Zaman Terburuk

Zaman Terburuk

Oleh: Wandi Bustami

 

MENJALIN kehidupan di dunia ini tidak selalu berjalan mulus, ia ibarat roda yang terus berputar terkadang berada di atas dan juga ada kalanya berada di bawah.” Dan hari-hari itu kami pergilirkan di antara manusia” kata Allah dalam QS Ali Imran ayat 140.

Maksud kata dipergilirkan dalam ayat ini ialah menang dan kalah dalam suatu perang perkara biasa, karena hal itu merupakan bagian dari sunnahtullah ungkap Rashid Ridha dalam al-Manār. Syekh Ali Thantawi dalam al-Wasīth bertutur: Kemenangan yang dimaksud ialah kemenangan di perang Badar sementara kekalahan yang dimaksud yaitu kekalahan di Perang Uhud.

Ketika kaum muslimin mendapat musibah di Perang Uhud berupa kekalahan dari kafir Quraisy bukan berarti keadaan tersebut menunjukkan umat Islam berada pada masa terburuk, karena barometer masa-masa terbaik atau terburuk tidak ditengarai kalah atau menang dalam peperang. Akan tetapi zaman terbaik itu ialah banyaknya orang-orang yang faham dengan ilmu agama lalu istiqomah di atasnya.

Karena dinamika kehidupan silih berganti, maka Rasulullah ﷺ pernah kabarakan akan datang suatu masa dimana kehidupan manusia semakin hari semakin buruk. Kehidupan yang buruk dimaksud ialah minimnya para ulama, para fuqaha’ dan orang-orang baik.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: «لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ عَامٌ إِلَّا وَهُوَ شَرٌّ مِنَ الَّذِي كَانَ قَبْلَهُ. أَمَا إِنِّي لَسْتُ أَعْنِي عَامًا أَخْصَبَ مِنْ عَامٍ، وَلَا أَمِيرًا خَيْرًا مِنْ أَمِيرٍ، وَلَكِنْ عُلَمَاؤُكُمْ وَخِيَارُكُمْ وَفُقَهَاؤُكُمْ يَذْهَبُونَ، ثُمَّ لَا تَجِدُونَ مِنْهُمْ خَلَفًا، وَيَجِيءُ قَوْمٌ يَقِيسُونَ الْأُمُورَ بِرَأْيِهِمْ»

Artinya:

“Dari Abdullah ra berkata: tidaklah akan datang suatu tahun kecuali tahun tersebut lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa suatu tahun lebih baik daripada tahun lainnya, dan seorang pemimpin lebih baik dari pemimpin lainnya. Akan tetapi ulama-ulama, orang-orang pilihan dan para ahli fikih kalian telah banyak yang wafat, kemudian kalian tidak mendapatkan ganti mereka, hingga datang orang-orang yang berhukum dalam masalah agama berdasarkan akal semata.” (HR. ad-Darimi).

Diwafatkan para ulama, fuqaha dan orang-terbaik sehingga yang tersisa orang-orang bodoh merupakan tanda-tanda kiamat kecil. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَأْخُذَ اللهُ شَرِيطَتَهُ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، فَيَبْقَى فِيهَا عَجَاجَةٌ، لَا يَعْرِفُونَ مَعْرُوفا، وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا.

“Artinya: Dari Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak akan terjadi hari kiamat hingga Allah mengambil orang-orang yang baik dari penduduk bumi hingga di dalamnya hanya tersisa orang-orang yang hina yang sama tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran.” (HR. Ahmad).

Ibnu Hajar (852 H) dalam al-Fath berkata: Dalam riwayat lain disebutkan bahwa tanda-tanda akhir zaman itu ialah orang-orang akan kembali menyebah berhala. Menurut Muhammad as-Syinqihti (1354 H) dalam Kautsarul Ma’ani berujar: Siang malam tidak akan berlalu sebelum orang-orang kembali menyembah Latta dan ‘Uzza.

Mengapa manusia kembali menyembah selain Allah swt?. Karena para ulama sudah tidak ada yang menasehati. Mereka telah diwafatkan oleh Allah swt sehingga tinggalnya sekelompok orang yang nihil pengetahuan agamanya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»

“Artinya: Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash berkata, saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari seorang hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari).

Badruddin al-‘Aini (855 H) dalam Umdah berkata: Dalam riwayat lain disebutkan ‘tidak satu pun orang alim yang tersisa’ sehingga orang-orang meminta fatwa kepada orang-orang bodoh (tidak berilmu) kemudian mereka pun memberi fatwa berdasarkan logita belaka. Maka sesatlah ia dan sesat pula orang-orang. Hisyamuddin ar-Rahmāni dalam Mirqāt al-Mafātih (1414 H) berkata: Orang yang memberi fatwa dan orang-orang meneriwa fatwa sama-sama tersesat disebabkan hampanya ilmu agama.

Dalam riwayat lain disebutkan para ulama yang rabbani itu akan gugur satu persatu sehingga yang tersisa ialah orang-orang dungu. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ مِرْدَاسٍ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَذْهَبُ الصَّالِحُونَ، الأَوَّلُ فَالأَوَّلُ، وَيَبْقَى حُفَالَةٌ كَحُفَالَةِ الشَّعِيرِ، أَوِ التَّمْرِ، لاَ يُبَالِيهِمُ اللَّهُ بَالَةً»

“Artinya: Dari Mirdas al-Aslami berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: orang-orang shaleh akan pergi (wafat) satu demi satu, hingga yang tersisa adalah orang-orang yang kualitasnya seperti ampas gandum atau kurma. Allah tidak memperdulikan mereka.” (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar (852 H) dalam al-Fath berkata: Maksud pergi di sini ialah dicabutnya ruh mereka. Sehingga yang tersisa ketika itu orang-orang yang tidak berkualitas seperti ampas gandung atau kurma.

Penyamaan orang tanpa kualitas dengan ampas gandung atau kurma merupakan suatu kiasan yang menunjuk pada makna bahwa substansi mereka tidak diperhitungkan sama sekali. Dalam riwayat Ahmad dapat pula dijumpai suatu riwayat yang substansinya sama namun redaksi yang sedikit berbeda:

عَنِ الزُّبَيْرِ يَعْنِي ابْنَ عَدِيٍّ، قَالَ: شَكَوْنَا إِلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ مَا نَلْقَى مِنَ الْحَجَّاجِ، فَقَالَ: اصْبِرُوا فَإِنَّهُ لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ عَامٌ أَوْ يَوْمٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ، سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

“Artinya: Dari Zubair bin ‘Adi mengatakan, pernah kami mendatangi Anas bin Malik, kemudian kami mengutarakan kepadanya keluh kesah kami tentang ulah al-Hajjaj. Maka dia menjawab; Bersabarlah, sebab tidaklah datang tahun-tahun atau hari melainkan sesudahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai rabb kalian. Aku mendengar hadits ini dari Nabi kalian ﷺ.” (HR Ahmad).

Ibnu Batthal (449 H) dalam Syarhu Shahīh al-Bukhori berkata: hadits ini merupakan di antara sekian mu’jizat baginda nabi Muhammad saw yaitu beliau menjelaskan kehidupan ini semakin hari semakin sulit dan banyak kerusakan. Zainuddin Abu Yahya as-Saniki al-Mishri dalam Minhatul Bārī berakta: Al-Hajjaj yang dimaksud ialah Ibnu Yusuf as-Tsaqofi. Sebelum Ibnu Yusuf menjadi pemimpin rakyat Baghdad hidup di masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dimana kehidupan masyarakat sangat sejahtera.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu zaman disebut zaman terbaik apabila banyaknya alim ulama dan orang-orang baik yang hidup sementara zaman terburuk ialah manakala wafatnya para ulama sehingga yang tersisa orang-orang yang tidak faham akan agama.*

Penulis asatidz Tafaqquh Study Club

No comments: