Ja’far At-Thayyar, Terbang Sesuka Hati

Ja’far telah syahid dengan 90 bekas luka dengan tombak dan anak panah


 “Terhentak, namun nyali tak ciut”. Ketika pasukan Muslimin menuju medan Perang Mu’tah, dengan menempuh perjalanan sejauh 1.100 km dari Madinah. Ketika tentara Muslimin berada di daerah Ma’aan (sebelum Mu’tah) pasukan dikejutkan dengan berita, pasukan musuh jauh lebih banyak, 200.000 pasukan Adidaya Romawi bergerak. Sedangkan pasukan Muslimin hanya 3000 orang.

Antara percaya dan tidak, kaum Muslimin merapatkan barisan dan berdiskusi di tempat tersebut selama dua malam. Sedangkan gelombang pasukan musuh sudah begitu tampak bersemangat, dengan alat canggih dan persiapan yang sangat matang, serta mendapatkan dukungan kabilah-kabilah Arab, seperti Lakham, Judzam, Bilqain, Bahram, dan Baliyy.

Mereka datang seperti gelombang besar, dari berbagai penjuru menuju Mu’tah. Sebuah padang tandus yang tidak terdapat pepohonan, juga tidak berbukit.

Mungkin dari beberapa tentara ada getar, dan mengusulkan untuk mengirim kabar kepada Rasulullah ﷺ bahwa pasukan musuh lebih banyak, “Kita tulis surat pada Rasulullah ﷺ, lalu kita kabarkan kepada beliau tentang jumlah musuh kita, maka Rasul akan mengirimkan bala bantuan pasukan tambahan kepada kita atau beliau akan memerintahkan kita dengan suatu perintah dan kita jalankan perintah tersebut,” demikian usul beberapa sahabat.

Maka Abdullah bin Rowahah tampil dan memotivasi para pasukan Muslim;

“Wahai kaum sekalian, demi Allah sesungguhnya perkara yang kalian benci tersebut itulah yang kalian keluar mencarinya, kalian mencari mati syahid. Kita tidaklah berperang melawan musuh dengan mengandalkan jumlah, tidak juga kekuatan, dan jumlah yang banyak, akan tetapi kita memerangi mereka dengan agama ini yang Allah telah memuliakan kita dengannya, maka majulah kalian, karena sesungguhnya kita akan meraih salah satu dari dua kebaikan, menang atau mati syahid.”

Motivasi tingkat tinggi, “menang atau mati syahid”, itulah degup hati yang sudah dipenuhi dengan iman yang kokoh.

Tak ada tembok yang tak mampu di panjat, tak ada samudera yang tak mampu dilalui, sangatlah mudah bagi diri yang dipenuhi dengan cinta Ilahi. 1 orang muslim berbading 70 tentara musuh, sungguh di luar perkiraan mereka.


Pasukan Adidaya Romawi yang sudah berdiri ratusan tahun, dengan tentaranya yang cukup disegani dan ditakuti, sedangkan kaum Muslimin baru berdiri delapan tahun.

Perangpun berkobar, dengan Zaid bin Harisah sebagai pimpinan perang, ia tanpa lelah memainkan pedangnya, namun syahid menjemputnya.

Sebagaimana pesan Nabi, bila bendera terjatuh dari tangan Zaid (wafat), maka dilanjutkan oleh Ja’far bin Abi Thalib.

Benarlah, Ja’far pun mengambil bendera itu dengan tangan kekarnya, ia ambil dari tangan Zaid dengan genggapan yang sangat kuat, sedangkan ngnya. “Demi Allah, saya seperti menyaksikan Ja’far bin Abi Tholib turun dari kudanya yang pirang, dan membunuhnya lalu ia memerangi musuh hingga ia pun meninggal.” kata seorang sahabat dari Bani Murroh.

Pasukan yang seperti gelombang lautan itu datang bertubi-tubi, namun Ja’far dan pasukan Muslimin tidak ciut dibuatnya, Ja’far semakin bersemangat, ia sebagai pemimpin masukan perang, tak sedikipun ketakutan yang tampak darinya, ketika tangan kanannya putus ditebas oleh musuh, bendera yang dipegangnya ia genggam dengan tangan kirinya, ketika tangan kirinya putus, ia pun tak membiarkan bendera perang Muslimin itu tergeletak, ia angkat dengan dua lengan atasnya, sungguh ia sangat gagah, namun kemudian ada yang menikamnya bertubi-tubi, dan Malaikat menjemputnya sebagai Syahid di medan Perang Mu’tah.

Ja’far telah syahid dengan 90 bekas luka dengan tombak dan anak panah, kata Ibnu Umar; “Aku termasuk bagian dalam pasukan perang tersebut, kami mencari jasad Ja’far bin Abi Tholib, dan kami mendapatinya di tengah-tengah mayat-mayat perang, dan di jasadnya terdapat 90 bekas tombak dan panah.”

Namun anehnya, dari sekian sayatan pedang dan lemparan anak panah tak satupun yang mengenai punggung Ja’far  bin Abi Thalib, ia seperti menghadang semua senjata musuh dengan dadanya, bertembur penuh baja berani, tak gentar.


Dalam suatu riwayat disebutkan,  ada lima puluh bekas hujaman tombak dan kilatan pedang, dan tidak ditemukan bekas lukapun berada di belakang tubuhnya.

Dua tangan yang ditebas oleh pasukan musuh digantikan oleh Allah dengan dua sayap indah, sehingga ia bisa terbang kemana pun di Surganya, maka ia dijuluki Ja’far Attayyar (Ja’far yang terbang), sebagaimana Sabda Nabi, “Aku dipersaksikan Ja’far bin Abi Thalib menjadi malaikat yang terbang dengan kedua sayapnya di Surga.”

Tidak cukup At-tayyar menjadi julukannya, ia juga diberi gelar Abu al-Masakin (Bapak orang-orang Miskin), karena senang sekali bergumul dengan mereka yang miskin, yang tidak membeda-bedakan mana yang dan mana yang miskin, ia sangat bersahaja dalam hidupnya.*/Malang, 07 November 2019. Artikel ditulis Dr Halimi Zuhdy

No comments: