2 Pintu Masuk yang Dipakai Iblis untuk Menyesatkan Manusia


Tatkala seseorang sudah dikuasai keinganan yang menggebu, mata dan hatinya akan menjadi buta, akal sehatnya pun takkan berfungsi dengan baik. Ia cenderung menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginanya tersebut.

Tatkala terjadi banjir besar, Nabi Nuh AS diperintahkan Allah SWT untuk menaiki kapal yang telah dibuatnya. Selain orang-orang yang beriman, Nuh pun menaikkan berbagai jenis hewan yang berpasang-pasangan. Tiba-tiba ia melihat seorang lelaki tua yang tidak dikenalnya di dalam kapal. Nuh pun bertanya pada lelaki tersebut, ''Untuk apa kamu masuk ke kapal ini?''

Orang itu menjawab, ''Aku berada di sini untuk mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.'' Ternyata, orang tua itu adalah Iblis yang menyamar. Mendengar pengakuan itu Nabi Nuh berkata, ''Keluarlah kamu dari sini wahai musuh Allah! Kamu terkutuk!'' Kemudian si Iblis berkata pada Nuh, ''Ada lima hal yang dengan kelimanya aku akan membinasakan manusia. Akan kuberitahukan yang tiga dan kusembunyikan yang dua.''

Saat itu Allah SWT mewahyukan kepada Nuh agar meminta yang dua daripada yang tiga. Maka Nuh bertanya kembali, ''Apa yang dua itu, hai Iblis?'' Makhluk terkutuk itu pun menjawab, ''Dua hal yang membinasakan manusia adalah keinginan yang sangat, ambisi, kerakusan (al-hirst) dan kedengkian (al-hasad). Karena kedengkian inilah, aku dilaknat dan dikutuk Allah. Karena keinginan yang sangat itu pula, Adam dan Hawwa tergoda untuk menuruti keinginannya.''

Ada hikmah menarik yang dapat kita ambil dari kisah yang disampaikan Imam Abu Dawud dalam sunan-nya ini.  Dalam kisah tersebut, iblis kecolongan dengan memberitahu salah satu rahasianya dalam menggelincirkan manusia, yaitu dengan keinginan yang teramat sangat (di sini termasuk pula sikap ambisius) dan kedengkian. Keduanya adalah senjata ampuh yang kerap kali digunakan iblis dan keturunannya untuk menghancurkan manusia, baik yang menyangkut kehormatan diri maupun hubungan yang terjalin di antara manusia.

Kedua penyakit ini ternyata tidak dapat dipisahkan. Lahirnya kedengkian seringkali diawali karena keinginan yang sangat akan sesuatu. Imam al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumiddin mengungkapkan bahwa keinginan yang sangat bisa melahirkan dengki dan penyakit-penyakit jiwa lainnya. Tak heran bila Al-Ghazali menyebut al-hirst sebagai "pintu syetan" yang akan memudahkan syetan memasukkan penyakit-penyakit lain pada diri manusia.

Tatkala seseorang sudah dikuasai keinginan yang sangat akan sesuatu, mata dan hatinya akan menjadi buta, akal sehatnya pun takkan berfungsi dengan baik. Ia pun akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut. Karena itu Rasulullah SAW bersabda, ''Kalau engkau sudah mencintai sesuatu, maka kecintaanmu terhadapnya akan menyebabkan kamu buta dan tuli.''

Orang yang tengah dirasuki keinginan menggebu cenderung melakukan tindakan yang tidak dibenarkan agama. Bahkan, sebagian besar tindak kriminal dan kezaliman, baik yang kasar maupun halus atau yang tampak maupun tersembunyi, berawal dari keinginan yang tidak terkendali.  

Keinginan yang sangat, sifat ambisius, dan kerakusan dapat pula melahirkan persaingan tidak sehat. Akibatnya, untuk memenuhi sebuah keinginan, entah itu pada harta, pangkat, jabatan, atau populatitas, seseorang rela menjegal lawan saingnya, saling sikut, hingga injak bawah jilat atas. Dari persaingan semacam ini lahirlah kebencian, dendam, dan dengki. 

Tatkala kita gagal meraih apa yang diinginkan, dan orang lain berhasil mendapatkannya, maka timbullah dengki. Dan setinggi-tingginya dengki adalah berupaya agar kenikmatan yang ada pada orang lain hilang atau berpindah pada kita.

Memperturutkan keinginan sama artinya dengan meminum air laut, semakin di minum semakin haus dan semakin ingin minum lagi. Apa sebabnya? Karena keinginan manusia itu tidak ada batasnya. Keberhasilan memenuhi apa yang diinginkan tersebut biasanya akan melahirkan keinginan-keinginan baru. 

Misal, kita menginginkan menjadi seorang pejabat, dan dengan izin Allah keinginan itu terpenuhi. Tapi setelah kita menduduki jabatan tersebut, akan timbul keinginan baru: memiliki gaya hidup sebagai seorang pejabat tinggi, ingin dihormati, tidak mau diturunkan, dan kalau perlu mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi.

No comments: