Jaringan Pater Beek untuk Hancurkan Islam di Rezim Sekarang Menguat (Bag.1)

Eramuslim.com – Pater Beek sudah meninggal 1983. Tapi jaringannya, yang terdiri dari CIA, Katolik Roma, PMKRI Radikal, Kasebul, Tentara Jesuit, dan CSIS sendiri sedang dalam masa puncak kemampuan penghancuran, seiring periode kedua Presiden Jokowi.
Setelah menghancurkan Komunis Indonesia, target jaringan itu adalah penghancuran Islam Indonesia. Maka ketika Jokowi naik jadi presiden kedua kalinya, perhatian saya tercurah ke jaringan pemusnah Pater Beek yang makin massif. Tadinya dibahas di PN1. Jaringan ini menguasai Densus 88, penyidik KPK, Katolik PDIP, dan kelompok bisnis papan atas Hoaqiau.

Dalam sejumlah diskusi, tak ada perbedaan pendapat bahwa jaringan pemusnah Pater Beek itu, adalah ancaman bagi aktivis Islam. Setelah komunis dipunahkan, sesuai target Pater Beek, adalah penghancuran Islam.
Penghancuran Islam sudah dimulai sejak Orba, dan successfull. PPP dihabisi oleh Golkarnya Pater Beek, kini tinggal parpol marginal yang tak punya makna bagi Komunitas Islam.
Periode Kedua Jokowi, adalah kemenangan jaringan Pater Beek melawan gerakan Islam dengan PDIP sebagai ruling party yang sukses menundukkan semua parpol koalisi. Bahkan berhasil menarik Prabowo Subianto, panglima perang yang kabur dari medan perang 02 itu ke koalisi 01. Memalukan!
Saya mengutip artikel anonim untuk mengenalkan Pater Beek, pendiri CSIS dan pendiri Sekbergolkar. Tanpa mengenal Pater Beek, niscaya gagal memahami peta pertarungan Islam versus Katolik di global village pada FGD mendatang. Katolik di situ harus dibaca Freemason, juga Barat, yang sangat paranoid akan bangkitnya Khilafah Islamiyah dari Indonesia, setelah dua kali Perang Dunia pecah gegara Khilafah Islamiyah.
Jaringan Katolik itu penting, apakah mereka masih anti komunis, ketika komunis telah bermutasi menjadi one state two systems. Bentuk nyatanya terkini, adalah OBOR (One Belt One Road – Satu Sabuk Satu Jalan, Satu China) dan OBOR Inisiative. Faktanya, Hoaqiau Indonesia malah jadi proxy RRC. Musuh satu-satunya adalah Islam untuk dihancurkan via sejumlah jargon radikal: khilafah, terorisme, takviri.
“Gereja harus berperan dalam mengatur Negara, kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui Negara”, kata Pater Beck Josephus Gerardus van Beek.
Pater Beek lahir di Amsterdam, 12 Maret 1917, meninggal di Jakarta, 17 September 1983 pada usia 66 tahun. Ia pastor Yesuit (Katolik Roma), dikenal dengan panggilan Pater Beek. Kemampuannya kurang lebih sama dengan Van Der Plass, arsitek Indonesia RIS (Republik Indonesia Serikat). Pater Beek juga dianggap lanjutan Van Der Plass.

Pater Beek lahir di Amsterdam, Belanda, sebagai bungsu dari empat bersaudara. Ia bungkas ketika Perang Dunia I meletus. Sejak anak-anak ia dididik di kolese yang dikelola oleh imam-imam Yesuit. Setelah itu masuk ke Serikat Yesus dan menjadi novisiat tahun pertama di Mariendaal, Grave, pada 7 September 1935.
Novisiat tahun kedua, 1937, dijalaninya di Girisonta, Indonesia. Ketika menjadi novis (siswa novisiat), semangat mudanya dikobarkan dengan gairah pergi ke tanah misi, Hindia Belanda, tanah jajahan Pemerintah Kerajaan Belanda, negerinya.
Ketika Jepang menduduki Indonesia, Pater Beek sempat menghuni kamp interniran di Kesilir, Banyuwangi (1943), kamp Banyubiru, Semarang (1944), kamp Cikudapateuh, Bandung (1945), dan kamp Pundong, Bantul (1946).
Meskipun ia rohaniwan, berkewarga negaraan asing, Pater Beek lama bertugas di Indonesia. Ialah otak pembentukan lembaga CSIS (Center for Strategic and International Studies) pada 1 September 1971.

Ketika politik Indonesia dikuasai Komunis, ia menggalang aliansi dengan TNI dan melahirkan Sekbergolkar (Sekretaris Bersama Golongan Karya), cikal bakal Golkar.

Pater Beek menulis surat terbuka monumental kepada Presiden Soekarno. Surat kritik tajam terhadap kebijakan Presiden Soekarno itu, memberi tekanan terhadap PKI. Ia menggunakan nama samaran Dadap Waru, bertanggal 5 November 1965. Isi surat itu agar Bung Karno bersikap tegas menindak PKI.

Selain pernah sebagai Kepala Asrama Realino, Pater Beek juga turut mengawali Biro Dokumentasi. Biro Dokumentasi adalah biro Serikat Yesus Provinsi Indonesia pada tahun 1961 semasa Pater Georgius Kester menjadi Provinsial. Biro itu menyediakan bahan studi dan analisis keadaan berdasarkan tolok ukur ajaran dan moralitas Katolik untuk digunakan aktivis.

Dalam kegiatannya, biro itu menyiarkan dokumen mengenai kebijakan pemerintah dan evaluasi atas berbagai kejadian penting di Indonesia. Apa yang dilakukan Biro Dokumentasi itu kemudian menjadi asupan bagi masyarakat, khususnya umat Katolik di Indonesia, untuk menghadapi perkembangan sosial, politik masyarakat, serta bersikap kritis terhadap pemerintah.

Analisis yang dihasilkan Biro Dokumentasi kemudian diedarkan kepada aktivis yang terlibat dalam Front Pancasila dan Sekbergolkar. Biro itu, antara lain, menghasilkan kajian tentang sosialisme yang mempertemukannya dengan intepretasi gagasan sosialisme yang disodorkan PKI.

Vatikan kemudian memindahkan Beek dari Indonesia karena diminta oleh Kabakin, waktu itu Letjen Soetopo Yuwono. Beek kembali lagi ke Indonesia pada 1974. Ia meninggal 17 September 1983 di RS Saint Carolus, Jakarta, dalam usia 66 tahun. Ia dimakamkan di Giri Sonta, kompleks pemakaman dan peristirahatan ordo Serikat Yesus di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.

Agen CIA

Fakta bahwa Beek adalah agen CIA, selain diungkap di buku “Pater Beek, Freemason dan CIA” dikemukakan pula oleh Dr. George J. Aditjondro (penulis yang juga mantan anak buah Beek), dalam artikel berjudul “CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo, dan LB Moerdani”.(Bersambung ke bagian 2)

Penulis: Djoko Edhi Abdurrahman 

No comments: