Kisah Abu Sufyan, Sahabat Nabi Muhammad, Ketua Pemuda di Surga

Abu Sufyan  merupakan sepupu Rasulullah SAW. Ayahnya, Harits bin Abdul Muthalib adalah saudara Abdullah, yakni ayah dari Nabi Muhammad. Hubungan keduanya semakin erat sebagai saudara sepersusuan yang disusui oleh Halimah Sa’diyah secara bersamaan. Mereka menjadi sahabat bermain yang saling menyayangi satu sama lain.

Oleh karena hubungan yang sangat erat tersebut, mayoritas orang menyangka ialah yang akan terlebih dahulu menerima seruan Rasulullah SAW. Dan dialah yang akan paling cepat meyakini serta mematuhi ajaran Nabi Muhammad dengan setia.

Tetapi kenyataannya tidak, ketika Rasulullah mulai menyampaikan dakwah di kalangan kerabatnya dengan sembunyi-sembunyi, kebencian justru menyala di hatinya. Kepercayaan dan kesetiaannya selama ini berganti menjadi permusuhan. Hubungan kasih sayang sebagai satu keluarga, satu saudara, sebaya dan sepermainan, menjadi pupus dan berubah menjelma pertentangan.

Abu Sufyan Pemimpin Quraisy, Penentang Rasulullah
Abu Sufyan adalah  seorang pemimpin utama Bani Abdu Syams yakni salah satu cabang suku Quraisy di Mekkah. Memiliki keistimewaan penunggang kuda yang amat terkenal dan juga penyair yang berimajinasi tinggi. Dengan menggunakan dua keahliannya itu, ia  memusuhi dan memerangi Rasulullah yang kala itu mulai berdakwah secara terang-terangan.

Apabila kaum Quraisy menyalakan api permusuhan menentang Rasulullah dan kaum Muslimin, maka ia pasti hadir di antara mereka. Lidahnya selalu mengeluarkan syair yang menyindir Rasulullah dengan kata-kata kotor seraya menyakitkan hati. Keadaan itu terus terjadi selama dua puluh tahun.

Sebab baginya, Muhammad dan kaum muslim dianggap sebagai ancaman terhadap tatanan sosial dan kekuasaan politik di Mekkah. Serta mengacaukan dewa-dewa Quraisy yang sudah mereka sembah turun menurun. Berbagai kekerasan dilakukan membuat kelompok muslim Mekkah hijrah ke daerah Habsyah untuk mencari perlindungan. Termasuk putrinya sendiri yakni Ramlah binti Abu Sufyan.

Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah pada tahun 622, kaum Quraisy menyita barang kaum muslim yang ditinggalkan. Dan dari Madinah kaum muslim yang mulai menyerang kafilah Quraisy yang sedang berdagang dari Suriah ke Mekkah. Sebuah pasukan muslim berusaha mencegat kafilah yang dipimpin olehnya, namun ia berhasil meminta bantuan dari Quraisy.

Terjadilah Perang Badar, di mana orang-orang Quraisy mengalami kekalahan dan Handzalah yang merupakan putranya terbunuh dan anak laki-laki lainnya Amr yang ditawan akhirnya dibebaskan oleh kaum muslim.

Walau ia bersama kafilahnya pulang dengan selamat, pertempuran itu menyebabkan kematian bagi beberapa pemimpin kaum Quraisy. Sehingga akhirnya ia menjadi pemimpin utama Mekkah dan memimpin dalam perang melawan Madinah.

Di Perang Uhud pada tahun ketiga hijriah ia hendak membalas dendam, terjadilah perang di mana kaum muslim mengalami kekalahan. Hamzah, paman Nabi Muhammad gugur. Setelah perang ia naik ke atas gunung dan menyanjung berhala-berhala dewanya. Lalu tahun berikutnya terjadi Perang Khandaq. Dengan tadbir dan kecerdikan Rasulullah, pasukan ia dan sekutu mengalami kegagalan dan Madinah pun terbebaskan.

Akhirnya kedua belah pihak pun sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan Perjanjian Hudaibiyyah pada tahun 628, yang memungkinkan umat Islam untuk melaksanakan ziarah di Ka’bah. Namun suku sekutu Quraisy melanggar gencatan senjata tersebut sehingga Nabi Muhammad menggerakkan pasukan muslim agar menaklukkan Mekkah.

Ia merasa bahwa Quraisy tidak cukup kuat untuk menghalangi kaum muslin yang melakukan perjalanan ke Madinah. Ia berusaha keras agar dapat mengembalikan perjanjian tersebut. Tidak terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, ia pun kembali ke Mekkah dengan tangan kosong.

Beberapa kali ia melakukan perjalanan antara Mekkah dan Madinah untuk mengupayakan penyelesaian damai. Yang akhirnya membuahkan hasil dengan tidak adanya peperangan dan pertumpahan darah di Mekkah.

Abu Sufyan Mendapat Hidayah Masuk Islam
Hingga akhirnya, Allah melapangkan dada Abu Sufyan agar menerima Islam menjadi agamanya. Lalu bersama dengan putranya Ja’far, ia berangkat mendatangi Rasulullah di Madinah.

Ketika bertemu dengan Rasulullah, ia menjatuhkan diri di hadapan beliau. Akan tetapi Rasulullah memalingkan wajahnya, tidak ingin menyambut saudaranya itu. Ia pun mendatangi Nabi dari arah yang lain, namun Rasulullah tetap menghindar.

Setelah berlangsung beberapa lama, akhirnya Rasulullah mau menerima keislamannya. Beliau bersabda, “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai saudaraku.” ia memohon, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini bagaimana cara berwudu dan salat.” Seperti itulah akhirnya ia memeluk agama Islam bahkan menjadi pelindung utama Rasulullah SAW.

Sejak keislamannya, ia menghabiskan waktu dengan beribadah dan berjihad. Hal itu sebab ingin menghapus bekas-bekas masa lalu dan juga mengejar ketertinggalannya. Pada peperangan-peperangan yang terjadi setelah Fathu Makkah, ia selalu  turut serta bersama Rasulullah. Ia pun tak ingin ketinggalan membela panji-panji Islam.

Abu Sufyan Tetap Berdiri Di samping Rasulullah Membela Kaum Muslim
Dalam peperangan yang terjadi setelah pembebasan Mekkah Abu Sufyan selalu turut serta bersama Rasulullah. Bahkan ketika Perang Hunain terjadi, orang musyrik memasang perangkap serta menyiapkan satu pasukan tersembunyi, dan tidak diduga menyerbu kaum muslim hingga barisan menjadi porak-poranda.

Kala itu ia sedang memegang erat kendali kuda Rasulullah, karena ingin berjuang di jalan Allah dan syahid di hadapan beliau. Maka tangan kirinya memegang erat tali kekang sementara tangan kanannya menebas tiap musuh yang mencoba mendekati dan menyerang Rasulullah SAW. Akhirnya kaum muslim menggapai kemenangan dalam perang tersebut.

Ketika suasana sudah sedikit tenang, Rasulullah memperhatikan ke arah sekitarnya, didapati seorang mukmin sedang memegang erat-erat tali kekang kudanya. Yang sedari pertempuran berkecamuk masih tetap berada di tempat, tidak pernah meninggalkannya dan tetap berdiri melindungi Rasulullah.

Rasulullah menatapnya lekat-lekat, lalu berujar, “Siapakah ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits! Aku telah meridaimu dan Allah telah mengampuni dosa-dosamu.” Mendengar ucapan Rasulullah SAW tersebut hati Abu Sufyan amat senang . Semangatnya kembali muncul dan bergabung dalam barisan kaum Muslimin yang memburu sisa-sisa pasukan musuh.

Abu Sufyan Menjadi Ketua Pemuda Di Surga
Sejak saat itu, Abu Sufyan benar-benar merasakan nikmat dan ridha Allah. Dia merasa mulia dan bahagia menjadi sahabat Rasulullah. Hari-harinya pun diisi dengan ibadah, mentadaburi Alquran dan mengamalkannya. Dia berpaling dari berbagai kemewahan dunia, dan menghadap Allah dengan seluruh jiwa raganya.

Pada suatu ketika, Rasulullah melihatnya di dalam masjid. Beliau berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, tahukah kau siapakah orang itu?”

“Tidak, ya Rasulullah,” jawab Aisyah.

Rasulullah bersabda, “Dia anak pamanku, Abu Sufyan bin Harits. Perhatikanlah, dialah yang paling pertama masuk masjid dan paling terakhir keluar. Pandangannya tidak pernah beranjak dan tetap menunduk ke tempat sujud. Dialah ketua pemuda di surga.”

Pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab, ia merasa ajalnya telah dekat, lalu menggali kuburan untuk dirinya sendiri. Dan benar, tidak lebih dari tiga hari setelah hal itu maut pun datang menjemputnya, seperti telah berjanji sebelumnya.

Sebelum ruh meninggalkan jasad, ia berpesan kepada keluarganya, “Sekali-kali janganlah kalian menangisiku. Demi Allah, aku tidak melakukan dosa sedikit pun sejak masuk Islam.” Ia meninggal dunia di Madinah pada usianya yang ke sembilan puluh tahun. Khalifah Umar ikut menyalatkan jenazahnya bahkan Al-Faruq meneteskan air mata duka atas kepergian sahabatnya itu.

Wallahu a’lam.

No comments: