Perjuangan Syekh Sahbudin Bendung Portugis di NTT

(ilustrasi) benteng Porta de Santiago, dahulu milik Portugis, di Malaka
(ilustrasi) benteng Porta de Santiago, dahulu milik Portugis, di Malaka
Foto: tangkapan layar wikipedia

Syekh Sahbudin juga dikenal sebagai pendakwah Islam di NTT.

– Persekutuan Solor Watan Lema terbentuk ketika bersekutunya kerajaan-kerajaan kecil dari Pulau Solor, Adonara, dan Lomblem di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka bersekutu melakukan perlawanan terhadap keberadaan Portugis di Lohayong, Pulau Solor.

Perlawanan tersebut dipimpin Sahbudin bin Salman Al Farisi yang nantinya disebut Sultan Menanga. Diperkirakan perlawanan terhadap Portugis itu terjadi antara 1613-1645.

Sejarah perlawanan Sultan Menanga terhadap Portugis dijelaskan dalam jurnal berjudul Situs Menanga Solor Flores Rimur, Jejak Islam di Nusa Tenggara Timur yang ditulis Muhamad Murtadlo. Diterbitkan Lektur Keagamaan Kementerian Agama tahun 2017.


Jurnal tersebut menjelaskan bahwa perlawanan Sultan Menanga terhadap Portugis didukung Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Sebab VOC memiliki keinginan untuk menggeser kekuasaan portugis di daerah Lohayong. Sebagai imbalannya, VOC akan mengakui kedaulatan Persekutuan Solor Watan Lema yang dipimpin Sultan Menanga.


Tujuan VOC menggeser Portugis tidak lepas dari kepentingan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan. Maka untuk mengendalikan perdagangan di daerah Solor Watan Lema dan sekitarnya, VOC mempercayai Sultan Menanga sebagai penguasa di daerah itu.  


Pada waktu itu VOC berada di bawah kepemimpinan Apolonius Scotte yang ingin menggeser Portugis di daerah Lohayong, Pulau Solor. Kekuatan Sultan Menanga dan VOC akhirnya bisa mengambil alih benteng Lohayong dan mengusir Portugis.


Sejak itu, VOC menyepakati perjanjian dengan Sultan Menanga untuk memberikan bantuan pengamanan. Perjanjian tersebut dilakukan dalam rangka menjaga benteng Lohayong dari kekuatan-kekuatan lain yang mengancam termasuk dari Portugis. 


Pada 1620, kontrol VOC terhadap benteng Lohayong sempat mengendor. Sehingga Portugis memiliki kesempatan merebut kembali benteng tersebut. Kemudian Portugis berhasil mengambil alih benteng dan menyebabkan ancaman serius bagi Sultan Menanga. 


Sultan Menanga dan pendukungnya sempat mengamankan diri dengan mengungsi ke Lamakera dan ke gunung. Keberhasilan Portugis yang dipimpin Miguel Rangel menguasai benteng Lohayong tidak lepas dari dukungan Larantuka dan Pamakayo. Portugis menguasai benteng tersebut berlangsung hingga 1636. 


Pada 1636, Belanda di bawah kepemimpinan Jan Tamborgen dengan armada hijaunya merebut sepenuhnya benteng Lohayong. Mereka berhasil memaksa Portugis menarik pasukannya dari benteng dan berpindah ke Larantuka. 


Sejak 1645, Portugis tidak lagi mampu mengambil kembali benteng Lohayong. Pada akhirnya kekuatan Portugis di NTT yang tersisa melembaga di Larantuka. 


Jurnal yang ditulis Muhamad Murtadlo juga menginformasikan. Solor Watan Lema atau negeri lima pantai terdiri dari Kerajaan Lohayong, Lamakera, Lamahala, Labala, dan Terong (1613-1645).  Sultan Menanga memimpin kelima kerajaan itu dalam rangka melawan Portugis yang telah membangun benteng di Lohayong.


No comments: