Cara Mengundang Pertolongan Allah ala Siti Hajar

Kuncinya adalah totalitas dalam berikhtiar. Istilah kekiniannya, sampai tetes darah penghabisan
Cara Mengundang Pertolongan Allah ala Siti Hajar

SEBAGAI seorang beriman; Siapa yang tidak mau ditolong Allah?

Semua pasti mengharapkan itu. Bahkan, di setiap rakaat sholat, kita selalu mengiba pertolongan-Nya, dengan terus membaca;

“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.”

Yang artinya; Hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.

Pertanyaannya; Apa yang harus kita lakukan, agar menjadi hamba yang layak dotolong Allah?

Terlait dengan hal ini, kepada Hajar, istri Mabi Ibrahim, kita perlu belajar.

Sebab, sebagaimana tercatat oleh sejarah. Beliau merupakan wanita, yang mendapat pertolongan langsung dari Allah. Berupa air, yang muncerat dari padang sahara nan tandus. Itulah kemudian disebut dengan air Zamzam.

Peristiwa itu bermula, ketika Ismail nan masih dalam buaian terserang dahaga yang sangat.

Di lain sisi, perbekalan yang dibawa sudah habis. Tidak ada yang tersisa. Air asi pun sudah tidak keluar.

Hajar pun berselancar ke sana-ke mari mencari air. Antara Bukit Sofa dan Bukit Marwah. Sampai tujuh kali. Memincingkan mata, untuk mencari mata air. Atau, ada kafilah yang melewati mereka.

Tapi hasilnya nol. Hingga akhirnya, Allah sendiri yang memberikan pertolongan. Dengan mengeluarkan air dari bawah telapak kaki Ismail. Sungguh ajaib.

Dua Kunci

Bila ditilik, bagaimana Hajar mendapat keistimewaan tersebut, maka itu tidak lepas dari dua.

Pertama; keyakinan kepada Allah. Bahwa Dia tidak akan menyia-menyiakan dirinya, dan sang buah hati.

Sebab misi yang dilakukan, bertempat tinggal di tempat tidak ada nuansa kehidupan itu, menjalankan perintah-Nya semata.

Allah yang memerintahkan. Jadi, sudah pasti Allah pula yang akan menjaga keselamatannya dan sang bayi. Itu keyakinannya.

Perhatikan dialog berikut ini, antara Hajar dan Ibrahim, yang sudah beranjak meninggalkan mereka.

“Apakah Allah yang memerintahkan ini, duhai Ibrahim?” Tanya Hajar.

“Iya!” Jawab Ibrahim singkat.

“Jika demikian. Pergilah. Tinggalkan kami. Karena Allah tidak akan menyia-nyiakan kami!” Tegas Hajar.

Kalimat terakhir itu, merupakan ikrar keyakinan seorang hamba sholihah kepada Tuhan-nya. Bahwa, pasti akan menolong-Nya. Dan Dia sebaik-baik penolong.

Hubungan antara keyakinan dengan mengundang pertolongan Allah ini sangatlah kuat.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim;

“Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”

Kunci yang kedua; Totalitas dalam berikhtiar. Istilah kekiniannya; sampai tetes darah penghabisan.

Dari uraian sebelumnya, kita tahu bagaimana bulatnya keyakinan Hajar, akan pertolongan Allah yang akan meliputinya.

Tapi lihatlah reaksinya, ketika mendapati Ismail kecil, meronta-ronta kehausan. Tidak lantas berdiam diri. Menanti air hujan otomatis turun dari langit.

Tapi yang dilakukan sebaliknya. ‘Menyingsingkan’ lengan baju. Berjuang. Berusaha mencari air. Berlari-lari ke sana-ke mari. Totalitas dalam berusaha. Hingga akhirnya, Allah jua yang menurunkan pertolongan.

Berkenaan dengan urgensi ikhtiat, Umar bin Khatahab pernah bertutur;

“Wahai hamba-hamba Allah, bekerjalah! Karena sesungguhnya anugerah Allah tidaklah diperoleh dengan duduk dan bermalas-malasan disertai berharap-harap pada pemberian sesama insan!”

Bercerminlah

Kini, kita coba bercermin pada diri masing-masing. Sudahkah kita memantaskan diri untuk mendapatkan pertolongan Allah, layaknya Hajar?

Cukup jawab di hati. Kemudian berusaha untuk menapaki apa yang telah dilakukan Hajar. Sehingga kemuliaanmu meliputi kehidupan kita. Allahumma Aamiin.*/Khairul Hibri, alumni Pondok Pesantren Baitul Arqom, Balung, Jember

No comments: