Begini Interaksi Nabi Bersama Anak dan Cucu

Dengan hasil interaksi yang sangat bagus ini, akhirnya –atas izin Allah ﷻ - beliau ﷺ bisa mendidik anak dan cucunya yang kelak masuk Surga
Begini Interaksi Nabi Bersama Anak dan Cucu

BILA pembaca ingin mencari teladan terbaik seorang ayah bagi anak-anaknya, bisa dijumpai dalam lembaran hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagai seorang ayah beliau ﷺ memberikan contoh terbaik dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Dengan pergaulan yang baik ini, dalam catatan sirah nabawiah, beliau ﷺsukses mendidik anak-anaknya.  Terbukti, semua anak-anaknya masuk Islam.

Berkaitan dengan hal itu, Ibnu Ishāq menuturkan, “Adapun anak-anak perempuan beliau ﷺ mendapati Islam, masuk Islam dan ikut hijrah bersama nabi ﷺ” (Yusuf Shālihi, Subulu al-Huda wa al-Rasyād, 11/18). Di sini yang disebut hanya anak perempuan karena, anak-anak laki-lakinya meninggal sejak kecil.

Baca: Bersikap Lembut Ketika Mendidik Anak

Interaksi Bersama Anak

Sebagai orang tua, beliau ﷺ selalu mengarahkan anaknya. Salah satu bentuk pengarahan  Rasulullah ﷺ pada buah hatinya: sebelum diutus menjadi nabi ialah menanamkan akhlak mulia dan kepedulian sosial. Pasca diangkat menjadi rasul, dengan segera beliau mengajak anak-anaknya masuk Islam. Pada waktu itu Zainab berusia 10 tahun; Ruqayya berusia 7 tahun; Ummi Kaltsum berusia 6 tahun, sedangkan Fathimah masih sangat belia. Meski masih relatif muda, mereka bisa menerima dengan baik.

Anak-anak nabi ﷺ dibesarkan dalam rumah tangga yang berorientasi akhirat. Sebagai contoh: Zainab bisa mengajak suaminya yang Musyrik menjadi Muslim, Ruqayya (putri beliau) bersama suaminya (Utsman bin `Affan) ikut serta hijrah ke Habasyah demi kepentingan dakwah. Demikian juga Ummi Kaltsum, yang juga ikut berjuang di jalan dakwah bersama Utsman bin `Afwan sampai wafat di Madinah. Fathimah pun juga ikut ambil bagian. Sebelum hijrah, di saat orang-orang kafir menyakiti nabi dengan melempar kotoran dan jeroan unta pada waktu sedang shalat, Fathimah dengan sigap menyingkirkannya. Intinya, semua anak-anaknya bisa diarahkan pada pendidikan berorientasi akhirat.

Baca: Mencintai Ahlul Bait Rasulullah adalah Ciri Ahlus Sunnah

Beberapa pengalaman khusus bersama Fathimah juga sedikit-banyak memberikan gambaran penting bagaimana hubungan rasul dengan anaknya. Anak yang dididik sejak kecil ini bukan saja mirip wajah dan gaya jalannya, akhlaknya pun juga sangat mirip. Putri tersayangnya ini sejak mengenal Islam sudah ikut berjuang bersama beliau ﷺ .

Karenanya, beliau ﷺ sangat menyayanginya. Saat Ali hendak menikahi al-`Aurā (putri Abu Jahal), beliau berkata, “Tidak mungkin anak Rasulullah dengan anak musuh Allah bersatu. Fathimah adalah bagian dariku.” (Abdul Razzaq, al-Mushannaf, 7/300). Menjelang wafat nabi ﷺ memberitahunya bahwa dia akan menjadi penghulu wanita di Surga.

Sebagai ayah kebanggaan, beliau ﷺ memberikan kasih sayang yang cukup pada anaknya. Anas bin Malik pernah bertutur, “Aku tak pernah melihat seorang pun yang paling sayang dengan keluarganya melebihi Rasulullah ﷺ.”(HR. Muslim). Saat Ibrahim sedang dalam persusuannya, beliau mendatanginya kemudian mengangkat lalu mengecupnya.  Makanya, ketika Ibrahim wafat, beliau sangat sedih.

Beliau ﷺ sangat peduli terhadap anak perempuannya. Saat Ruqayyah dan Ummu Kaltsum diceraikan oleh `Utbah dan `Utaibah (putra Abu Lahab), beliau segera mencarikan jodoh. Keduanya –secara berurutan- di kemudian hari menjadi istri Utsman bin `Affan. Berkat bimbingan beliau pula, Zaianab mampu membimbing suaminya (Abu `Āsh bin Rabī`) yang sebelumnya musyrik menjadi beriman.

Interaksi Bersama Cucu

Rasulullah ﷺ dikaruniai 7 anak 3 laki-laki dan 4 prempuan, yaitu Qasim, Abdullah, Ibrahim, Zaenab, Ruqoiyah, ummu kultsum, dan Fathimah Azzahra. Setiap keturunan berasal dari ayahnya, namun khusus untuk Keturunan Sayyidatuna Fathimah bersambung kepada Rasulullah merekalah keturunan Nabi Muhammad ﷺ, sebagaimana dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “setiap anak yg dilahirkan ibunya bernasab kepada ayahnya, kecuali anak-anak dari fathimah, akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka” (HR.Imam Ahmad)

Suatu hari Rasulullah ﷺ mencium Hasan bin Ali. Pada waktu itu di samping beliau ﷺ ada Aqra` bin Hābis. Ia berkomentar, “Aku mempunyai sepuluh anak, tapi tak ada satu pun yang pernah kucium.” Kemudian Rasulullah ﷺ berkata padanya, “Barangsiapa yang tidak sayang, maka tidak akan disayang.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad). Jadi, mencium anak adalah salah satu bentuk kasih sayang.

Di lain waktu, saat shalat berjama`ah di masjid, beliau ﷺ pernah menggendong cucu beliau, Umāmah (anak Zainab). Ketika sujud beliau ﷺ letakkan di bawah, kemudian saat berdiri beliau gendong lagi (HR. Bukhari, Muslim). Peristiwa ini menggambarkan betapa sayangnya beliau kepada cucunya.

Umamah merupakan putri pasangan Abu al-Ash bin ar-Rabi’ bin Abdu al-Uzza bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay dan Zainab putri Rasulullah  Rasulullah ﷺ . Umamah adalah cucu pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Pada suatu hari, Rasulullah ﷺ dalam keadaan sujud, tiba-tiba cucuntya, Hassan menaiki punggungnya, lalu Rasulullah  memanjangkan sujud. Manakala setelah Rasulullah  mengucapkan salam, Rasulullah ﷺ memohon maaf kepada para sahabatnya dan berkata; “Anakku ini sedang menunggangiku, lalu aku merasa enggan untuk mengangkat kepala ku sehingga Rasulullah  turun dari belakangku.” (diriwayatkan oleh Imam Ahmad, an Nasa’I 1141).

Kejadian yang sama juga pernah dilakukan. Saat beliau ﷺ bersujud sangat lama dalam shalat berjama`ah-karena dinaiki Hasan dan Husain, ada sahabat yang bertanya, ‘Mengapa melakukan demikian?’ Rasulullah ﷺ  menjawab, “Aku tak suka membuatnya tergesah-gesah, sampai dia memenuhi hajatnya” (HR. Nasai, Ahmad, dan Hakim).

Jika ada waktu senggang, beliau ﷺ meluangkannya untuk bermain dengan cucu dan mendoakan kebaikan padanya. Usamah bin Zaid meriwayatkan, suatu saat Rasulullah ﷺ mengangkatku di pahanya, kemudian meletakkan Hasan bin Ali di paha sebelahnya, lantas beliau berdoa, “Ya Allah sayangilah keduanya, sesungguhnya aku menyeyangi keduanya.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Nasa`i).

Abdullah bin Ja`far bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa saat nabi ﷺ pulang dari safar beliau menyempatkan diri bertemu cucu-cucunya lalu memboncengnya bersama beliau ﷺ dalam satu kendaraan (HR. Muslim, Baihaqi, dan Nasai).

Umar bin Khattab pernah menyaksikan Rasulullah ﷺ sedang mengendong Hasan dan Husain, seorang di bahu kanan dan yang seorang lagi di bahu kiri baginda. Maka Umar berkata kepada Hasan dan Husain, “Kuda yang paling baik ialah di bawah kamu (Rasulullah).” Rasulullah ﷺ  melirik kepada cucunya lalu berkata, “Dan penunggang kuda yang paling mahir adalah kamu berdua.”

Di dalam rumahnya sendiri, Rasulullah ﷺ membawa Hasan dan Husain di atas belakangnya, kemudian baginda berjalan dengan tangan dan kaki sambil berkata: “Unta yang paling baik ialah unta kamu, dan sebaik-baik pasangan ialah kamu berdua.”

Dengan hasil interaksi yang sangat bagus ini, akhirnya –atas izin Allah ﷻ – beliau ﷺ bisa mendidik anak dan cucunya. Semua anaknya sampai akhir hayat tercatat sebagai muslim dan mukmin yang taat. Sementara itu, cucunya: Hasan dan Husain, kelak akan menjadi pemimpin pemuda ahli Surga sebagaimana hadits riwayat, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Suatu kesuksesan luar biasa dari seorang ayah yang perlu diteladani.*/Mahmud Budi Setiawan

No comments: