Ayah juga Pahlawan

Ayah juga Pahlawan
FOTO/HUMAS KEJATI ACEH Muazzah
SATU cuplikan video dari Thailand berjudul My Father is Liar, menceritakan bagaimana pengorbanan seorang ayah terhadap anaknya. Si ayah berpura-pura bahagia, memiliki pekerjaan hebat dan segala hal yang dapat membuat anaknya bangga. Dia menghadapi keperihan hidup seorang diri, tak ingin anaknya merasakan beban yang sama, meski pada akhirnya si anak tahu bahwa ayahnya hanya berbohong untuk kebahagiannya.
Dari kisah di atas, jelas terlihat bagaimana gambaran seorang ayah yang rela bersusah payah untuk membahagiakan orang-orang terdekatnya. Ayah rela lapar, asal anaknya tak merasakan perut kosong. Ia boleh tak berpendidikan, namun dengan cucuran keringatnya, ia pastikan anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Adakah yang melebihi jasa ayah terhadap anaknya?
Seorang ayah sejati punya naluri melindungi yang begitu kuat dengan adanya sifat maskulinitas pada dirinya. Karena maskulinitas seorang laki-laki dewasa tergambarkan dari caranya memperlakukan wanita dan anak-anak. Ia tak dikatakan maskulin, jika dengan mudah menjatuhkan tangannya pada istri dan anaknya. Namun ia pantas disebut maskulin, jika dengan tangannya wanita dan anak-anak merasa nyaman dan terlindungi.
Sayangnya, ada banyak kasus kekerasan yang dilakukan ayah pada istri dan anaknya. Data dari KPAI juga menyebutkan terjadinya peningkatan kasus kekerasan rumah tangga dari tahun ke tahun. Baik itu kasus yang menimpa ibu maupun anak. Yaitu kasus kekerasan pada ibu ialah 94% dari 245.548 kasus yang ditangani oleh pengadilam agama; dan kekerasan pada anak oleh ayah 18% Kasus kekerasan rumah tangga hingga kasus pelecehan seksual inilah yang menjadi perusak citra ayah. Bagaimana mungkin ayah tega menyakiti orang-orang yang seharusnya ia lindungi?

Jika punya anak dari hasil perkawinan hanyalah satu-satunya alasan seorang laki-laki digelar ayah, maka hewan pun pantas mendapatkannya, tak hanya manusia. Padahal, Allah Swt melimpahkan kita banyak kelebihan dari makhluk lain. Kita dibekali akal pikiran, kasih sayang melimpah, dan kelebihan lainnya yang tak menyebabkan kita menjadi lebih mulia. Harusnya kemuliaan tersebut benar-benar menjadikan kita insan yang rahmatan lil ‘alamin.
Ada dan tiada
Banyak anak yang memiliki ayah, namun secara batin mereka yatim. Sosok ayahnya ada, namun keberadaan ruhnya tiada. Kebanyakan ayah terlalu fokus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan jasmani istri dan anaknya, hingga abai terhadap kebutuhan psikologisnya. Banyak ayah yang beranggapan mendidik anak hanyalah tugas ibu semata, sehingga ia menarik diri dari keterlibatan pengasuhan anak.
Ayah menghabiskan semua energi positifnya untuk pekerjaannya, dan kembali ke rumah sekadar untuk melepas penat. Alih-alih berkontribusi dalam pendidikan anaknya, sekedar bermainpun terasa berat bagi ayah. Dengan berbagai alasan; ayah lelah, ayah mau istirahat, maka ayah-pun secara tak sadar memciptakan jarak antara dirinya dan anaknya.
Akibat dari jarak yang terlalu jauh, maka banyak anak yang kehilangan sosok hebat seorang ayah. Situasi ini juga menjadi salah satu penyebab misbehavior pada anak. Anak yang tak tersentuh jiwanya oleh ayah, akan kosong dari keberanian, kemandirian, dan ketegasan. Karena sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang terpancar dari maskulinitas seorang ayah.
Ayah harus kembali pada fitrahnya sebagai seorang pemimpin dalam keluarga. Artinya, ialah yang menjadi penanggung jawab atas apa yang akan terjadi pada setiap anggota keluarganya. Dan kelak iapun akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas apa yang telah ia berikan pada keluarganya.
Harusnya ayah sadar akan hal itu. Karena menurut Nur Solikhin dalam bukunya Rumahku Madrasahku (2018), keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dapat menumbuhkan kepercayaan diri anak yang nantinya akan menyebabkan anak mampu mengukir prestasi.
Ayah tulang punggung keluarga, ia memiliki tanggung jawab atas nafkah istri dan anaknya. Sehingga terkadang, ayah lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Namun begitu, ayah tak boleh beralasan tak perlu mendidik anaknya. Yang perlu ia lakukan ialah merancang pendidikan anaknya bersama ibu mereka. Karena sejatinya, ayah ibarat pimpinan sekolah yang menentukan visi dan misi keluarga untuk kemudian dilaksanakn dengan sebaik-baiknya oleh ibu sebagai pendidik utama.
Baik ibu yang memilih menjadi ibu rumah tangga maupun ibu pekerja, tak ada yang salah dari keduanya. Yang salah hanyalah jika ibu dan ayah tak mampu membagi peran untuk pengasuhan anaknya. Tak mengapa jika ibu memilih bekerja di luar rumah dengan segala alasan di belakangnya, asal ia mampu memenuhi kewajibannya sebagai ibu. Sebaliknya, memilih di rumah namun tak mampu berperan selayaknya ibu, justru bencana besar.
Fitrah orang tua
Menurut Harry Santosa dalam Fitrah Based Education (2017), menumbuhkan fitrah keayah-ibuan sangat diperlukan, agar rumah benar-benar menjadi surga bagi penghuninya. Fitrah orang tua yang tumbuh dengan baik, akan memudahkan pengasuhan anak. Dengannya orang tua paham akan peran mereka sesungguhnya. Karena kebanyakan orang tua hanya sekedar menjadi orang yang lebih tua dari anaknya, namun berkelakuan menyerupai anak-anak.
Contohnya, orang tua menyalahkan anak-anaknya yang keras kepala tanpa sadar mereka juga memiliki karakter serupa. Mereka cenderung memaksakan kehendaknya, sehingga anaknya tumbuh menjadi sosok yang keras kepala juga, sama seperti dirinya. Saat anak tak terpuaskan keinginannya, orang tua jauh lebih sering tantrum ketimbang anaknya. Semuanya terjadi akibat ketidaksempurnaan fitrah orag tua yang tumbuh.
Selanjutnya, Harry Santosa (2017), juga menjelaskan bahwa orangtua yang belum tuntas dengan dirinya, tak kan pernah mampu menumbuhkan fitrah-fitrah dalam diri anaknya. Maka, sebagai orangtua, kita wajib menyiapkan diri dengan matang, menuntaskan diri terlebih dahulu, baru kemudian membantu anak-anak untuk melejitkan diri mereka.
Momentum yang tepat dalam waktu yang berdekatan, Hari Pahlawan (10 November) dan Hari Ayah (12 November) bagi setiap keluarga untuk berterima kasih atas pengorbanan ayah. Sebagaimana kodrat yang diberikan oleh Allah Swt pada ayah, maka penuhilah semua kewajibanmu duhai kaum ayah, agar tepat jika kau disebut “pahlawan” bagi keluargamu, bagi istri dan anak-anakmu!
* Muazzah, S.Si., M.A., Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, anggota FAMe Pidie Raya. Email: muazzahmuhammad@gmail.com

No comments: