Sistem Ekonomi Yahudi Madinah yang Menyusahkan Rakyat

Nabi membangun pasar sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Islam, sehingga keluar dari ketergantungan Yahudi

Sistem Ekonomi Yahudi Madinah yang Menyusahkan Rakyat
Ustman Bin Affan membebaskan Sumur Raumah dari Yahudi dan mewakafkan untuk penduduk Madinah. Sampai kini, sumur tak berhenti mengalir meski telah berusia 1.400 tahun
PADA masa jahiliyah, di tanah Arab, sistem riba sudah menyebar luas dan mengakar di kalangan orang Arab dan Yahudi. Pada banyak kasus, pemakaian sistem ini sampai pada tingkat yang melampaui batas. Sabagai contoh –sebagaimana disebutkan Imam Thabari– jika ada orang hutang sudah jatuh tempo, maka oleh orang yang memberi hutang diberi dua pilihan: segera melunasi atau menambahkan bunga berlipat-lipat (An-Nadawi, Mādza Khasira al-‘Ālam bi-Inkhithāti al-Muslimīn, 58)

Di Madinah,  Yahudi dikenal kaya raya. Dalam bertransaksi dengan yang lain, mereka  menggunakan sistem pegadaian dan menjalankan riba. Kondisi wilayah Madinah yang agraris, begitu strategis bagi Yahudi untuk mengoperasikan sistem ekonomi tersebut karena biasanya para petani membutuhkan pinjaman untuk biaya pertanian hingga panen.

Sementara itu, dibandingkan Yahudi, orang Arab secara umum memiliki pemikiran sederhana dan simpel; bahkan cendrung sangat tradisional. Tidak sampai memikirkan banyak hal mengenai masa depan. Meski begitu, mereka memiliki karakter dan akhlak luhur, seperti : memuliakan tamu. Untuk memenuhi kebutuhan itu, mereka sampai berhutang kepada orang Yahudi. Kebanyakan dengan cara menggadaikan sesuatu dengan sistem riba. (Abu Hasan An-Nadawi, al-Sirah al-Nabawiyah, 1425: 269)

Pada saat itu, sudah maklum bahwa orang Yahudi piawai dalam seni mencari penghasilan (berbisnis). Di tangan mereka ada berbagai jenis perdangan yang dikuasai, seperti: biji-bijian (seperti gandum), kurma, khamar, baju. Mereka juga mengimpor baju, makanan pokok dan khamar. Juga mengekspor kurma. Dan itu dijalankan dengan sistem riba.

Baca:  IMF dan Matinya Industri Strategis Anak Bangsa

Anehnya, riba hanya diberlakukan hanya kepada umat lain. Adapun untuk kalangan mereka sendiri, tak dijalankan sistem riba. Syekh Muhammad Abu Zahrah dalam buku “Buhūts fī al-Ribā” (hal. 4, 8 dan 9)  menjelaskan bahwa dalam kitab Ulangan, bab ke-23 disebutkan bahwa riba diharamkan atas mereka. Ajaran ini ternyata dipegang betul oleh mereka. Mereka berpandangan riba haram untuk kalangan sendiri, dan dihalalkan jika dilakukan kepada orang selain Yahudi.

Saat itu, yang digadaikan ternyata bukan hanya barang yang berharga; bahkan wanita dan anak-anak pun bisa dijadikan barang gadai. Hal ini menimbulkan kebencian tersendiri bagi orang Arab terhadap Yahudi. Karena orang Arab adalah orang yang besar cemburunya. Ketika istri mereka tergadai, maka pada saat itu juga tumbuh kebencian kepada Yahudi.

Hubungan orang Yahudi dengan orang Arab di Madinah (Suku Aus dan Khazraj) secara umum tak lebih dari kepentingan individu dan pencapaian materi. Yang dipikir dan dipentingkan oleh orang Yahudi hanyalah bagaimana bisa menghegemoni sektor ekonomi  di Madinah.

Mereka juga hobi menyulut konflik di antara suku-suku Arab. Perang antara Aus dan Khazraj, biang keladinya adalah orang-orang Yahudi. Mereka mengambil manfaat dalam perang saudara di kalangan suku Arab. Bahkan, mereka memberikan hutang –yang seolah sebagai bantuan– kepada suku yang berperang dengan sistem riba yang begitu berat hingga tak mampu menjalankan perang dengan baik karena sulitnya biaya.

Apa yang dilakukan oleh Yahudi ini memberinya dua manfaat: menjaga eksistensi mereka, menguasai pasar dengan riba untuk mendapat keuntungan berlipat dan mendapat kekayaan yang melimpah. (Mubarakfuri, al-Rahīq al-Makhtūm, 162-163)

Riba yang dijalankan begitu berlipat dan mencekik. Para pemimpin dan pemuka Arab pun dipinjami dengan sistem riba. Alasan mereka meminjam ke orang Yahudi, biasanya untuk mendapat pujian dari para penyair yang pada waktu itu memiliki kebanggan tersendiri jika mendapat pujian dari mereka. Malangnya, akibat sistem riba, rumah, ladang yang mereka gadaikan kepada Yahudi pada beberapa tahun berikutnya sudah menjadi milik Yahudi akibat tak mampu membayar bunganya..

Hegemoni ekonomi Yahudi di Madinah dan sekitarnya membuat mereka (Yahudi) menjadi penguasa pasar dengan sistem mereka. Mereka memonopolinya untuk kepentingan dan manfaat mereka sendiri. Mayoritas penduduk membenci mereka disebabkan keegoisan, malampaui batas dalam menjalankan riba serta cara mereka mendapatkan harta dan kekayaan dengan cara-cara yang dibenci orang Arab. (Abu Hasan An-Nadawi, al-Sirah al-Nabawiyah, 1425: 254-256)


Yahudi di Madinah memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Ada tiga kelompok Yahudi pada waktu itu: Qainuqa, Nadhir dan Quraidhah. Qunaiqa meski jumlah penduduknya tak banyak disbanding yang lain, tapi mereka kaya raya. Mereka ahli dalam memproduksi senjata. Sementara lainnya juga memainkan bisnis-bisnis lain yang juga turut menguasai sistem ekonomi di Madinah dengan sistem ribawi (Abu Hasan An-Nadawi, al-Sirah al-Nabawiyah, 1425: 266)

Ketika Islam datang, orang Yahudi yang sebelumnya telah memprediksi kedatangan Nabi, ternyata kebanyakan menolaknya. Bukan karena apa yang dibawa Nabi tidak benar, tapi salah satu alasan paling terlihat adalah rusaknya hegemoni ekonomi mereka yang selama ini mendulang untung besar di Midanah.

Pasca kedatangan Nabi, suku Arab tak lagi seperti yang dulu. Aus Khazraj bisa disatukan dalam satu persaudaraan yang begitu harmonis, sehingga bisnis senjata yang diproduk mereka bisa bangkrut. Lebih dari itu, Nabi pun juga membangun pasar sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Islam, sehingga ketergantungan terhadap Yahudi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari relatif bisa dibatasi.

Ditambah lagi dengan dicetuskannya perjanjian tertulis yang disebut dengan Piagam Madinah yang oleh DB Mac Donald sebagai Negara Islam pertama dan dasar politik bagi perundang-undangan Islam (Didin, 2009: 19), sehingga semakin membuat ruang gerak orang Yahudi kala itu tidak leluasa lagi seperti sebelumnya.

Alhamdulillah, kehadiran Islam menjadi solusi bagi umat Islam di Madinah dan sekitarnya. Sistem ekonomi Yahudi yang begitu menyusahkan rakyat pun akhirnya bisa diatasi.*/Mahmud Budi Setiawan

No comments: