Kebangkitan Islam 2050: Bencana atau Rahmat?

Jihad pemikiran adalah salah satu jihad yang utama, yang kedudukannya setara dengan jihad-jihad lainnya

Kebangkitan Islam 2050: Bencana atau Rahmat?
WSJ
Umat Islam Indonesia
TIDAK dapat dipungkiri perkembangan kaum Muslimin di dunia saat ini sedang berada di masa puncaknya. Data dari Pew Research Center (Kamis, 02/04/2015), pernah merilis, jumlah pemeluk agama Islam meningkat sangat cepat daripada agama lainnya. Lembaga ini juga mengatakan, jumlah Islam diprediksi mengimbangi pemeluk Kristen di tahun 2050.

Menurut lembaga survey internasional ini, tren ini akan terus berlanjut hingga 2050. Dengan perkiraan mencapai 2,8 miliar Muslim pada 2050 atau 30% dari penduduk dunia nantinya adalah orang Islam. Perkembangan jumlah umat Islam global ini disebabkan oleh tingkat kehamilan yang tinggi diantara keluarga Muslim. Tentu ini adalah perkembangan yang menggembirakan.

Selain itu, lembaga National Intelligence Council (NIC) di Amerika Serikat juga pernah merilis data tentang kebangkitan peradaban Islam yang diprediksi akan berjaya di tahun 2020. Jika prediksi dari NIC ini dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala, maka kebangkitan peradaban Islam tinggal dua tahun lagi.

Namun, perkembangan jumlah kaum Muslimin di dunia ini tidak boleh membuat kaum Muslimin lupa diri. Karena bila kita berkaca pada berbagai sejarah peradaban Islam, dikala agama ini berkembang pesat dan telah menguasai setengah dunia, di saat itu pula, pemeluk agama ini diterpa cobaan, dimana orang yang membenci Islam dengan mudahnya memecah belah umat Islam. Ikatan yang berlandaskan akidah Islamiyah dengan begitu mudahnya dilupakan oleh mereka, hanya demi harta dan kekuasaan yang sementara. Mereka saling berperang sesama mereka dan pada akhirnya dengan begitu mudahnya dihancurkan tanpa ada perlawanan yang berarti dari umat.

Peristiwa ini oleh Baginda Rasulullah ﷺ disebut sebagai penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Jumlah umat Islam sangat banyak tetapi lemah, seperti buih di lautan. Umat Islam di serang dari berbagai sudut, tidak ubahnya seperti santapan yang diperebutkan oleh manusia. Padahal di sisi lain, umat Islam akhir zaman dibanggakan oleh Rasulullah ﷺ karena meski tidak dapat bertatap muka langsung dengan beliau ﷺ, namun ibadah umat Islam akhir zaman tidak kalah dengan para sahabat pada masa Nabi ﷺ masih hidup.

Upaya untuk melemahkan umat Islam akhir zaman terus saja dilakukan. Kita tentu masih ingat dengan peristiwa runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924 melalui tangan-tangan konspirasi Inggris dengan cara menyusupkan agennya TE Lawrence untuk memprovokasi bangsa Arab berontak dengan Khilafah Utsmaniyah.

Sementara dewasa ini, ada tulisannya Samuel Huntington (1996) dan Jack Miles (2002), yang menjelaskan tentang benturan antara peradaban Barat dengan Islam. Dilanjutkan prediksi Jurnal Forreign Affairs dan lembaga studi Fund for Peace di tahun 2005 tentang negara-negara gagal di berbagai belahan dunia, yang di dominasi oleh nama-nama negeri Muslim. Ada juga dokumen yang sering dicatut oleh buku-buku konspirasi tentang ramalan pecahnya Indonesia di tahun 2015, atau, ada juga yang menyatakan negeri ini pecah di tahun 2025.

Belum lagi upaya menekan pertumbuhan di negeri-negeri Muslim, termasuk di Indonesia dengan mengampanyekan paham Liberalisme dan Sekulerisme, yang salah satu programnya adalah melalui serangan pelegalan aktivitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).

Baca: Sosiolog Ungkap Sejumlah Penyebab Berkembangnya LGBT

Berkaca dari kebangkitan kaum Muslim di masa lalu, saat itu kaum Muslimin dapat bangkit diawali dengan berubahnya pemikiran mereka tentang manusia, kehidupan dan alam semesta. Bahwa kehidupan mereka tidak lahir begitu saja, tetapi ada yang mengatur kehidupan mereka dan alam semesta, yaitu Allah Subhanahu Wata’ala. Pemikiran inilah yang kemudian mengubah landasan dasar dari cara pandang kaum Muslimin saat itu tentang hidup mereka. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi manusia terhadap segala sesuatu. Setiap tingkah laku manusia selalu berkaitan erat dengan persepsi /pemahaman yang dimilikinya. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang Barat mengubah peradaban mereka yang semula diselimuti kegelapan menjadi abad pencerahan (rennessains).

Begitupula umat Islam dahulu di saat peradaban Islam menguasai hingga lebih 13 abad di dunia. Saat itu, kita sebagai umat Islam melepas diri dari pemahaman sistem hidup jahiliyah dan menggantinya dengan sistem hidup Islam. Semua aktivitas kaum Muslimin yang dilakukan saat itu semuanya dilandasi untuk ber-taqarrub kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS: Ar-Ra’d:11).

Sementara itu, saat manusia itu berhasil mengetahui bahwa segala perbuatan yang dilakukan semata-mata mencari ridha Allah dan demi ber-taqarrub kepada-Nya dengan menjalankan setiap perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Maka, dari sana lah akan terwujud akhlak sebagai manifestasi dari perwujudan menjalankan syariat Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan tersebut. “Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya tiap jiwa harus memperhatikan apakah yang telah disiapkannya untuk hari esok (hari kemudian), dan hendaknya benar-benar bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sedalam-dalamnya semua perbuatanmu.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Di ayat lainnya, Allah Subhanahu Wata’ala berjanji kepada manusia bahwa bila ia benar-benar menjalankan syariat Islam semata-mata mengharapkan ridha-Nya, maka Allah Subhanahu Wata’ala akan menunjukinya jalan yang lurus, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69).

Mengubah pemahaman manusia tentang kehidupan ke dalam pemahaman Islam adalah termasuk bagian dari jihad dalam bidang pemikiran. Jihad pemikiran adalah salah satu jihad yang utama, yang kedudukannya setara dengan jihad-jihad lainnya, termasuk jihad perang. Jihad pemikiran dikobarkan untuk memerangi kejumudan dan kebodohan. Sedangkan jihad peperangan  adalah jihad yang dikobarkan untuk melawan kezaliman, seperti yang saat ini dilakukan oleh umat Islam di Palestina.

Begitu pentingnya jihad pemikiran ini, Rasulullah ﷺ meminta para sahabat agar sebagian dari mereka tinggal di Madinah, tidak ikut berjihad dalam Perang Uhud. Tujuannya adalah untuk mengajarkan penduduk Madinah tentang Islam.

Baca: LGBT dan Masa Depan Bangsa

Salah satu cabang dari jihad pemikiran adalah ijtihad. Secara singkat, Ijtihad adalah upaya perjuangan seseorang atau sekelompok orang dengan segala kemampuan berpikirnya untuk mengeluarkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil syara’ (Al-Quran dan As Sunnah).

Dr Atabik Luthfi dari Ma’had Usman bin Affan Jakarta dalam tulisannya di Majalah Sabili (8/9/2005) mengutip Dr Wahbah Zuhaili menyebutkan dengan ijtihadlah, syariat Islam akan dapat dihidupkan kembali di bumi Allah ini. Syariat tidak akan bisa bertahan selama aktivitas ijtihad tidak hidup. Sebab berbagai faktor perkembangan kehidupan dan pentingnya penyebaran syariat Islam ke seluruh pelosok dunia membutuhkan ijtihad. Dengan ijtihad setiap tantangan dan masalah baru yang mendera umat saat ini pasti dapat diselesaikan dengan mudah. Tanpa ijtihad, syariat Islam akan terbelenggu oleh taklid buta yang akan membuat kehidupan manusia menjadi sempit dan dapat menimbulkan kekeliruan dalam beragama. Pintu ijtihad sendiri tidak akan pernah tertutup hingga hari kiamat kelak.

Salah satu faktor kemunduran umat Islam terdahulu adalah disebabkan oleh ditutupnya pintu ijtihad oleh para pemimpinnya, sehingga umat Islam tidak lagi dapat menjawab tantangan zaman pada masa itu. Umat tidak lagi dapat membedakan dimana hadharah (peradaban) dan madaniyah (hasil peradaban). Sehingga madaniyah khas (hasil peradaban khusus) yang membawa suatu ideologi agama diluar Islam yang seharusnya dibuang, malah diambil. Sementara madaniyah umum yang seharusnya diambil (seperti IPTEK), malah kemudian ditinggalkan.

Dengan demikian telah sangat jelas bahwa demi menyongsong kebangkitan Islam di tahun 2050 nanti, umat Islam harus mengubah pemahamannya dahulu ke dalam pemahaman Islam. Sehingga setiap tantangan zaman yang menerpa ke depan, semuanya dapat dijawab oleh Islam. Dan umat Islam pun dapat kembali memimpin dunia dengan peradabannya yang agung. Agar pertumbuhan umat Islam ke depan menjadi rahmat bagi sekalian alam, bukan malah menjadi musibah. Seperti yang terjadi hari ini dimana umat Islam hanya menjadi penggembira atau pendorong mobil mogok dalam perpolitikan tanah air. Wallahu a’lam bisshawwab.*

No comments: