Ustadz Abdul Somad Bagian 3

Kupas Tuntas Ustadz Abdul Somad (3)
Tafaqquh
Ustad Abdul Somad (UAS)


Ketika kita sedang melambung, Dia ingin menguji saya apakah saya masih berbuat karena Allah

Nama Ustadz Abdul Soma (UAS) kini melejit. Permintaan ceramahna begitu banak. Secara hukum ekonomi, banyak permintaan bakal menaikkan harga. Lalu, berapa “harga” seorang UAS dan berubahkah gaya hidupnya setelah kini terkenal?

Berikut jawabannya:

Kini Anda telah menjadi mubaligh terkenal, tentu banyak tawaran dan permintaan terhadap Anda. Apakah hal ini akan mengubah sikap Anda terhadap umat?

Yang kita hadapi dalam dakwah ini secara umum ada tiga; masyarakat umum, pejabat birokrasi, dan dunia entertainment.

Masalah pejabat birokrasi, siapa pun yang mengundang, saya akan datang selama ada waktu. Apa pun partainya dan ormasnya. Karena saya datang sebagai orang yang menjelaskan Islam. Saya tidak melihat yang mengundang itu partai apa atau jabatannya apa.

Lalu, dunia entertainment seperti televisi. Saya menginginkan mereka harus mengikut jadwal kita, jangan mereka yang mengatur kami. Termasuk soal berpakaian, konten ceramah, dan waktu. Makanya, saya tidak mau menandatangani kontrak 36 episode. Kalau hanya sesekali, mengapa tidak. Kalau sampai diikat kontrak, kita tidak terbiasa dengan itu.

Ada beberapa televisi yang sudah menawarkan kontrak, tapi tidak satu pun yang saya penuhi. Kalau mau merekam, silakan datang ke masjid tempat pengajian saya.


Begitu pun juga dengan masyarakat, mana duluan yang mengundang, insya Allah saya akan datang.

Masyarakat awam seringkali bertanya, berapa sih Ustadz Abdul Somad bayarannya. Bagaimana menurut Anda?

Sampai saat ini saya belum pernah menyebut bandrol, baik kepada televisi, masyarakat umum, BUMN, birokrat, maupun pejabat. Kalau mereka bertanya berapa, saya jawab, “Terserah kalian saja.”

Aslinya, sayalah yang harus mendatangi dan menyampaikan Islam. Bahwa mereka mengundang saya dan diberikan fasilitas, itu sudah lebih dari patut. Jangan berpikir, “Kamu mau kasih apa sehingga saya harus datang.” Logika berpikir itu keliru.

Banyak mubaligh dengan ketenarannya menjadi berubah dari segi penampilan. Bagaimana dengan Anda?

Perlu dilihat latar belakangnya, saya ini bukan artis. Saya hanya santri, belajar, dan setelah belajar menjadi guru. Maka saya tetap apa adanya. Jadi tidak ada yang harus berubah, karena saya tidak merasa ada tuntutan dari siapa pun.


Orang menerima saya, karena Hadits-hadits yang saya sampaikan. Bukan karena pakaian saya.

Sudah menjadi fitrah dalam dakwah selalu ada tantangan. Sejauh Anda berdakwah apakah menghadapinya?

Saya membagi tantangan ada tiga. Pertama, tantangan terhadap diri sendiri. Seringkali perjalanan panjang sementara waktu pendek. Akhirnya memilih untuk mempercepat kendaraan, dan resiko pun kadang muncul. Kadang hampir masuk ke dalam sungai, menabrak tiang listrik, bahkan hampir menabrak orang. Pernah juga sampai bemper mobil pecah.

Kedua, orang lain yang sakit hati dan tersinggung. Ketika kita bicara satu permasalahan mungkin saja ada orang yang tidak suka.

Ketiga, kita dengan Allah Ta’ala. Kita kadang merasa ketika menyampaikan seringkali merasa keakuan. Oleh karena itu, tauhid yang harus kita tanamkan dalam diri: laa haula walaa quwwata illa billah (tidak daya dan kekuatan kecuali dari Allah).

Kalau pondasi keimanan itu sudah tertancap, maka kita akan anggap semua itu bagian dari pemberian Allah.

Tiga tantangan itu semua, akan selesai dengan laa haula walaa quwwata illa billah. Ketika kita jatuh, kita berkata, Allah menguji saya supaya lebih tegar. Ketika kita sedang melambung, Dia ingin menguji saya apakah saya masih berbuat karena Allah. Tapi itu tidak bisa sendirian, ketika kita lupa ada kawan yang mengingatkan kita.

No comments: