Kesultanan Delhi dan Islam di India-2

Pasukan kesultanan Delhi.
Pasukan kesultanan Delhi.
Foto: wikipedia.com
Dalam era Kesultanan Delhi terjadi sintesis kebudayaan India dengan peradaban Islam.
 Ekspansi kekuasaan kaum Muslim berlangsung pesat beberapa dekade sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Anak Benua India merupakan salah satu daerah yang berhasil dikuasainya.
Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus (Suriah) merupakan penguasa Muslim pertama yang merintis penaklukan atas Anak Benua India.
Pada 711, Muhammad bin Qasim berhasil menguasai Sindh (kini Pakistan). Pemuda yang masih berusia 17 tahun itu merupakan keponakan gubernur Irak, al-Hajjaj bin Yusuf, yang terkenal berwatak keras. Masa kekuasaan Ibnu Qasim terbilang singkat, hanya empat tahun lamanya. Namun, umat agama-agama lokal India (Hindu dan Buddha) dilindungi haknya untuk tinggal dan beribadah. Situasi berubah drastis setelah al-Hajjaj wafat. Ibnu Qasim terseret pergolakan politik yang dicetuskan khalifah baru Dinasti Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik. Pada 715, pemimpin muda ini dieksekusi mati.
Barulah pada akhir abad ke-12, mayoritas Anak Benua India menjadi bagian dari kekuasaan Muslim berikutnya, Kesultanan Delhi. Selama 320 tahun, ada lima dinasti yang berkuasa di dalamnya, yakni Mamluk (1206-1290), Khalji (1290-1320), Tughluq (1320-1414), Sayyid (1414-1415), dan Lodi (1451-1526).
Pendiri Kesultanan Delhi adalah Qutb al-Din Aibak, bekas budak Sultan Ghurid, Muizzuddin Muhammad.
Ceritanya bermula pada akhir abad kesembilan ketika Kerajaan Ghurid masih menjadikan Buddha sebagai agama resmi. Wilayah kekuasaannya merentang dari wilayah Ghor (kini Afghanistan) hingga sebagian besar India utara.
Penaklukan oleh Kerajaan Ghazni mengubahnya menjadi sebuah kesultanan Islam. Dinasti Ghazni berasal dari kebudayaan Turki (Asia tengah) dengan pengaruh kuat Persia. Abu Ali bin Muhammad merupakan raja pertama dari Dinasti Ghurid yang mengucapkan dua kalimat syahadat.
Situasi kemudian berbalik. Pada 1186, Sultan Muizzuddin Muhammad berhasil menguasai ibu kota Ghazni, Lahore. Inilah awal masa kejayaan bagi Kesultanan Ghurid. Wilayahnya pada saat itu merentang dari Khurasan (Iran) hingga pesisir Teluk Bengala (kini Bangladesh) di timur.
Meskipun masih berstatus budak, Qutb al-Din Aibak memeroleh posisi yang penting di lingkungan istana tuannya, Sultan Muizzuddin Muhammad. Aibak bahkan ditugaskan untuk memimpin armada militer dalam ekspedisi menaklukkan India utara yang kemudian sukses.
Pada 1193, sang sultan meninggalkan wilayah Delhi untuk kembali ke Lahore. Komando militer pun de facto berada di tangan Aibak. Selanjutnya, Aibak memimpin balatentara untuk merebut daerah lembah sungai Ganga dan Yamuna serta wilayah milik tuan-tuan tanah (rajputs) yang masih menolak dominasi Ghurid.
Pada 1206, Muizzuddin Muhammad tewas dibunuh kelompok pemberontak di Khurasan. Sepeninggalan sultan tersebut, Qutb al-Din Aibak semakin mengukuhkan kekuasaannya di Delhi dan sekitarnya. Dia juga menikahi putri seorang komandan Kesultanan Ghurid, Tajuddin Yildiz.Sejak saat itu, berdirilah Kesultanan Delhi(1206-1526).
Sebagian sejarawan sepakat, dalam era Kesultanan Delhi terjadi sintesis kebudayaan India dengan peradaban Islam. Pengaruh kebudayaan bangsa semi-nomaden, Turki, serta Persia juga terjadi di sana. Sebagai contoh hasil sintesis ini, banyak bangunan monumental berdiri dengan memerhatikan aspek-aspek lokal sembari mengagungkan simbol-simbol Islam. Selain itu, di bidang sastra juga cukup banyak pencapaian yang mengagumkan, terutama melalui bahasa Urdu.
Di antara legasi Kesultanan Delhi adalah Kompleks Qutb. Area yang terletak di Delhi itu sebelumnya merupakan bekas reruntuhan Benteng Lal Kot dari kerajaan Hindu yang sempat berkuasa pada abad kedelapan.
Di dalam Kompleks Qutb, terdapat Masjid Quwwatul Islam dan Menara Qutb. Masjid yang berdiri pada 1193 itu merupakan tempat peribadatan pertama untuk umat Islam Delhi. Adapun Menara Qutb, setinggi 73 meter, dibangun Qutb al-Din Aibak untuk menghormati sufi Qutbuddin Bakhtiar Kaki (wafat 1235). Kini, Kompleks Qutb diakui sebagai situs warisan dunia versi UNESCO.
Kesultanan Delhi cenderung tidak stabil secara politik dalam negeri. Semasa 320 tahun berkuasa di Anak Benua India, sedikitnya ada lima dinasti timbul tenggelam dalam kesultanan ini. Mereka adalahMamluk (1206-1290), Khalji (1290-1320), Tughluq (1320-1414), Sayyid (1414-1415), dan Lodi (1451-1526).Dari sebanyak 35 sultan yang sempat bertakhta, 19 orang di antaranya tewas terbunuh akibat intrik politik kekuasaan.

No comments: