‘Diancam’ Pedang oleh Rakyatnya, Umar Malah Tersenyum

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu merupakan salah satu pemimpin terbaik yang pernah dimiliki oleh kaum Muslimin. Keteladanan beliau dalam memimpin menjadi buah bibir lintas generasi. Harum dikenang. Dibincangkan kebaikan-kebaikannya. Tak bertepi.
Umar bin Khaththab merupakan pemimpin yang tegas. Beliau diberi gelar al-Faruq, yang mampu membedakan antara kebaikan dengan keburukan. Saking tegasnya, beliau juga dijuluki sebagai sosok yang menjadi palang pintu bagi masuknya fitnah kepada kaum Muslimin.
Di zaman beliau, tidak ada fitnah besar yang melanda kaum Muslimin. Dan sepeninggalnya, kaum Muslimin dilanda fitnah yang amat besar hingga akhir zaman. Meskipun, kedua hal ini hanya bisa terjadi atas izin Allah Ta’ala. Dia Berkehendak melakukan semua yang Dikehendaki.
Umar juga seorang pemimpin yang sangat pemberani. Di bawah kepemimpinannya, Islam dan kaum Muslimin disegani dan kuat. Banyak daerah baru yang berhasil ditaklukan dengan kalimat tauhid. Banyak pencapaian-pencapain yang bahkan belum pernah terjadi di zaman Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Meski demikian, Umar justru sangat khawatir dan sangat ketakutan. Beliau khawatir, apa yang dia capai merupakan fitnah karena hal itu tidak diberikan oleh Allah Ta’ala kepada Abu Bakar dan Rasulullah, padahal keduanya jauh lebih baik dari Umar bin Khaththab.
 
Salah satu kisah luar biasa lainnya terjadi ketika Umar bin Khathtab baru dilantik sebagai pemimpin kaum Muslimin. Saat ayah Hafshah ini menyampaikan pidato, ada salah seorang sahabat mulia yang berani menyampaikan ancaman positif. Uniknya, Umar bukannya marah, tapi justru tersenyum dengan apa yang disampaikan oleh sahabatnya itu.
Katanya dengan sangat tegas, “Apabila Engkau, wahai Khalifah, benar, maka aku akan menaatimu. Tetapi jika Engkau menyimpang, pedang ini yang akan meluruskanmu.”
Mari sedikit berandai-andai, apa yang akan terjadi jika pemimpin kita tengah berpidato, lalu ada yang mengatakan kalimat semakna ini? Akankah dia tersenyum selayaknya Umar bin Khaththab? Ataukah dia akan marah-marah, malu, lalu menimpakan hukuman kepada rakyat yang mengatakan seperti itu?
Bahkan, membayangkan pun tak akan pernah sempurna. Sebab antara kita dan rakyatnya Umar bin Khaththab amat jauh kualitasnya. Apalagi kualitas pemimpinnya.

No comments: