Antara SDI dan Budi Utomo

Setiap 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional di Negeri Eks Hindia Belanda ini. Dalam coretan ringkas ini hanya nak berkisah tentang Syarikat Dagang Islam dan Budi Utomo. Kerna selalu muncul tanya, mengapa Budi Utomo seakan lebih “utama” daripada Syarikat Dagang Islam?

Organisasi yang satu bernama Syarikat Dagang Islam (SDI), berdiri pada 16 Oktober 1905, di Kampung Laweyan Surakarta oleh H. Samanhudi dan kolega. Awal mulanya tentu saja cuma syarikat dagang yang bergerak di bidang niaga terutama batik. Namun lambat laun, organisasi ini tak lepas dari pengaruh gerakan politik melalui jalur niaga, apalagi masa itu posisi Ummat Islam begitu lemah di hadapan Kolonial Belanda.

Organisasi yang satu bernama Budi Utomo, didirikan tokoh-tokoh elit yang berlatar belakang kalangan bangsawan Jawa, berdiri pada 20 Mei 1908. Kemunculan organisasi ini tak lepas dari kebijakan politik etis Belanda. Apatah lagi kerna hadir dan berjayanya organisasi-organisasi berbasis massa Islam tentu saja membuat pemerintah Belanda khawatir. SDI misalnya, meski berbasis niaga namun dalam geraknya melahirkan kesadaran untuk merdeka. Apalagi setelah bermetamorfosis menjadi Syarikat Islam (SI), telah muncul geliat-geliat perlawanan terhadap rezim Kolonial. Bahkan organisasi ini juga menerbitkan buletin yang menjadi corong perjuangan mereka.

Budi Utomo dalam perjalanan sejarah justru kalah berjaya dibandingkan Syarikat Islam, Muhammadiyah, Jamiatul Khair, Al-Irsyad, NU dan organisasi Islam lainnya. Apalagi  organisasi ini elitis, dengan basis ideologi sekuler-kejawen, bahkan konon tidak bervisi kemerdekaan yang luas, hanya sebatas seantero Pulau Jawa-Madura, bahkan akhirnya merekrut anggota dari kalangan pejabat Kolonial itu sendiri.

Bandingkan dengan SDI setelah menjadi SI, punya cabang begitu banyak, cakupan luas dan anggota yang ribuan, serta menumbuhkan kesadaran perlawanan terhadap Kolonial yang demikian massif.

Namun mengapa harus Budi Utomo? Kerna baik SDI maupun SI itu pakai embel-embel Islam! Diakui atau tidak, upaya de-Islamisasi peran Ummat Islam di negeri ini memang parah. Sedapat mungkin segala peran Ummat Islam dihapuskan dan dibuang dari narasi sejarah. Kerna peran Ummat Islam ini seolah tidak penting, maka yang tidak berwarna Islam itulaah yang dianggap lebih berjasa dan lebih diutamakan… Demikianlah adanya.

A Baybar R

No comments: