Tiga Model Pemilihan Khalifah Rasyidin Lanjutan
Pemilihan Ali bin Abi ThalibPergantian khalifah kembali ke model pertama. Sebab, Utsman yang terbunuh, tidak menyampaikan wasiat seperti Abu Bakar, juga tidak menunjuk formatur seperti Umar. Berikut prosesnya:
* Setelah Utsman terbunuh, kaum mus limin mendatangi Ali untuk membai’at nya. Ali menolak bai’at tersebut dan menghindar ke rumah milik Bani Amru bin Mabdzul, seorang Anshar. Beliau menutup pintu rumah.
* Kaum Muslimin kemudian membawa serta Thalhah dan Zubair. Mereka berkata, “Sesungguhnya daulah ini tidak akan bertahan tanpa amir.” Mereka terus mendesak hingga akhirnya Ali bersedia menerimanya.
* Sebuah riwayat menyebut orang yang pertama membai’atnya adalah Thalhah dengan tangan kanannya yang cacat sewaktu melindungi Rasulullah SAW pada peperangan Uhud.
* Ali kemudian keluar menuju masjid lalu naik ke atas mimbar dengan mengenakan kain sarung dan sorban sambil menenteng sandal dan bertelekan pada busur. Kemudian, segenap Muslimin yang hadir membai’at beliau.
* Riwayat lain dari Al-Waqidi menyebutkan “Orang-orang di Ma dinah membai’at Ali. Namun tujuh orang menarik diri dan tidak ikut berbai’at. Mereka adalah Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, Shuheib, Zaid bin Tsabit, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salaamah bin Waqsy dan Usamah bin Zaid. Dan tidak ada seorang sahabat Ansharpun yang tertinggal, mereka semua ikut berbai’at sejauh penge tahuan kami.”
* Riwayat lain dari Saif bin Umar menceritakan dari sejumlah gurunya bahwa mereka berkata, “Selama lima hari setelah terbunuhnya Utsman kota Ma dinah dipimpin sementara oleh al-Ghafiqi bin Harb, mereka mencari orang yang bersedia memimpin. Penduduk Mesir (yang semula datang ke Madinah untuk mengepung Utsman) mendesak Ali, sedang beliau menghindar dari mereka ke sebuah rumah.
Penduduk Kufah mencari az-Zubair tapi mereka tidak menemukannya. Penduduk Bashrah meminta Thalhah, tapi ia tidak bersedia.
Maka mereka pun berkata, ‘Kami tidak akan mengangkat salah satu dari tiga orang ini.’ Mereka menemui Sa’ad bin Abi Waq qash . Mereka berkata, ‘Sesungguhnya engkau termasuk salah seorang anggota Majelis Syura’.
Namun Sa’ad tidak memenuhi permintaan mereka. Kemudian mereka menemui Abdullah bin Umar, tapi beliau pun menolak tawaran mereka. Merekapun bingung, lantas mereka berkata, ‘Jika kita pulang ke daerah masing-masing dengan membawa kabar terbunuhnya Utsman tanpa ada yang menggantikan posisinya, manusia akan berselisih tentang urusan ini dan kita tidak akan selamat. Mereka kembali menemui Ali dan memaksanya di bai’at.
Al-Asytar an-Nak ha’i meraih tangan Ali dan mem bai’atnya kemudian orang-orang pun ikut membai’at beliau. Penduduk Kufah mengatakan bahwasanya yang pertama kali membai’at Ali adalah al-Asytar an-Nakha’i. Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis 24 Dzulhijjah. Itu terjadi setelah orang-orang terus mendesak beliau. Mereka semua berkata, “Tidak ada yang pantas memegangnya kecuali Ali.”
Keesokan harinya pada hari Jumat, Ali naik ke atas mimbar. Orang-orang yang belum membai’at beliau kemarin berbondong-bondong membai’at beliau. Orang pertama yang membai’at beliau saat itu adalah Thalhah kemudian Zubair. Bai’at ini terjadi pada hari Jum’at 25 Dzhulhijjah tahun 35 H.
* Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin al-Hanafiyah, ia berkata, “Aku bersama Ali saat Utsman dikepung, lalu datanglah seorang lelaki dan berkata, ‘Sesungguhnya Amirul Mukminin telah terbunuh.’ Kemudian datang lagi lelaki lain dan berkata, ‘Sesungguhnya Amirul Mukminin baru saja terbunuh.’ Ali segera bangkit namun aku cepat menengahinya karena khawatir akan keselamatan beliau. Beliau berkata, ‘Celaka kamu ini!’
Ali segera menuju kediaman Utsman dan ternyata beliau telah terbunuh. Beliau pulang ke rumah lalu mengunci pintu. Orang-orang mendatangi beliau sambil menggedor-gedor pintu lalu menerobos masuk menemui beliau. Mereka berkata, ‘Lelaki ini (Utsman) telah terbunuh.
Sedang orang-orang harus punya khalifah. Dan kami tidak tahu ada orang yang lebih berhak daripada dirimu.’ Ali berkata, ‘Tidak, kalian tidak menghendaki diriku, menjadi wazir bagi kalian lebih aku sukai daripada menjadi amir.’ Mereka tetap berkata, ‘Tidak, demi Allah kami tidak tahu ada orang lain yang lebih berhak daripada dirimu.’
Ali berkata, ‘Jika kalian tetap bersikeras, maka bai’atku bukanlah bai’at yang rahasia. Akan tetapi aku akan pergi ke masjid, barangsiapa ingin membai’at ku maka silakan ia membai’atku.’ Ali pun pergi ke masjid dan orang-orang pun membai’at beliau.”
* Nash-nash yang dinukil oleh al-Imam Ibnu Katsir dari ath-Thabari dan sejarawan lainnya menegaskan keabsahan bai’at khalifah rasyid yang keempat Ali bin Abi Thalib RA. Pembai’atan beliau berlangsung atas dasar persetujuan anggota ahlul halli wal aqdi di Madinah. Kemudian wilayah-wilayah Islam lainnya turut Membai’at beliau kecuali penduduk Syam (yang gubernurnya saat itu Muawiyah), yang menahan bai’at hingga dilakukannya qishash terhadap pembunuh Utsman.
* Peristiwa terbunuhnya Utsman ini merupakan fitnah pertama bagi kaum Muslimin, sebab membuat terjadinya perang saudara yang tragis di antara para sahabat Nabi, seperti Perang Unta dan Perang Shiffin ketika Ali terpaksa mengerahkan pasukan ke Syam untuk menundukkan Muawiyah.
* Dalam Perang Shiffin, sebuah wilayah antara Kufah dan Syam, pasukan Ali hampir saja mengalahkan pasukan Muawiyah, namun kemudian pasukan Muawiyah mengangkat mushaf Alquran di atas lembing, dan mengajak untuk bertahkim. Pasukan Ali pun terpecah melihat tawaran ini, sebagian menerima, sebagian menolak. Akhirnya tahkim diterima.
* Pada peristiwa tahkim di Daumatul Jandal, berlangsung diplomasi yang dimenangkan kubu Muawiyah yang diwakili Amr bin Ash. Sebab, utusan Ali, yaitu Abu Musa al-Asy’ari, mengaku telah bersepakat bersama Amr bi Ash untuk memecat Ali maupun Muawiyah sebagai khalifah, untuk kemudian menyerahkan kepada umat untuk memilih khalifah yang baru.
Tapi, Amr bin Ash kemudian menyatakan menerima pemecatan Ali seperti yang dikatakan Abu Musa, lalu menetapkan Mu’awiyah menggantikan Ali sebagai khalifah. Proses tahkim yang pada awalnya semata untuk urusan pembunuhan Usman, kemudian menjadi proses politik pengambilalihan kekuasaan.
* Ali saat itu pulang ke Kufah, dan mengatakan jika dia menyerahkan kepemimpinan kepada rivalnya di Daumatul Jandal, maka mereka akan memperlakukan kaum Muslimin sebagaimana Heraclius (Kaisar Romawi) dan Kisra. Dan, Ali pun berpidato untuk membangkitkan semangat rakyat untuk menyerang Syam, namun saat itu tidak mendapat sambutan, dan terjadi fitnah Khawarij yang membuat situasi kian sulit, hingga berujung wafatnya Ali.
Pemilihan Hasan bin AliPergantian khalifah seperti model pertama sebab Ali yang menjelang wafat —setelah ditikam oleh Ibnu Muljam—enggan membuat wasiat untuk memilih penggantinya seperti yang dilakukan Abu Bakar, maupun membuat panitia seperti halnya Umar. Berikut prosesnya:
* Ketika Ali sedang terbaring menjelang ajal, ada yang meminta Ali membuat wasiat orang yang akan mengganti kannya, namun Ali berkata, “Tidak! Aku akan membiarkan kalian sebagaimana Rasulullah SAW meninggalkan kalian.
Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan atas kalian maka Allah SWT akan menyatukan kalian di bawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sebagaimana Dia telah menyatukan kalian di bawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sepeninggal Rasulullah SAW.”
* Selanjutnya, kaum Muslimin membai’at Hasan. Yang pertama membai’atnya adalah Qais bin Sa’ad. Qais berkata kepadanya, “Ulurkanlah tanganmu, aku akan membai’atmu atas dasar Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya.” Hasan hanya diam. Qais membai’atnya lalu diikuti oleh orang banyak sesudahnya.
Peristiwa itu terjadi pada hari wafatnya Ali bin Abi Thalib RA. Qais yang saat itu merupakan amir Azerbaijan membawahi 40 ribu tentara, dan mendorong Hasan memerangi Syam yang menolak tunduk pada khalifah.
* Hasan sempat mengerahkan pasukan dalam jumlah besar menuju Syam, namun pasukannya kemudian tercerai berai, dan Hasan sempat hampir terbunuh. Kemudian, Hasan menulis surat kapada Muawiyah –yang saat itu sudah berangkat dengan pasukan dari Syam— untuk berdamai.
Selanjutnya, agar tidak lagi terjadi perang saudara antarsesama Muslim, Hasan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah dengan sejumlah syarat yang kemudian dipenuhi. Saat itu, tahun 41 Hijriyah, kemudian dina makan sebagai Tahun Jamaah, karena suara kaum Muslimin akhirnya bulat untuk Muawiyah dan dia pun menjadi khalifah berkedudukan di Damaskus.
Periode Kerajaan* Menjelang akhir hayatnya, Muawiyah berkeliling ke Irak, Syam, dan berbagai kawasan lainnya mengumpulkan bai’at untuk puteranya, Yazid, sebagai khalifah penggantinya. Mu’awiyah juga men datangi Madinah dan Makkah, tempat di mana para sahabat Nabi. Di Madinah, Muawiyah mendapat tanggapan dingin, kemudian dia menuju Makkah.
* Di Makkah, menanggapi permintaan Muawiyah, Abdullah bin Zubair menyodorkan tiga pilihan. Pertama, Muawiyah tidak perlu menunjuk pengganti seperti yang dilakukan Nabi, sehingga kemudian akan dipilih khalifah sebagaimana Abu Bakar.
Kedua, meniru cara Abu bakar dengan membuat wasiat menunjuk khalifah yang bukan dari kerabatnya. Ketiga, meniru Umar dengan mem bentuk panitia enam untuk memusyawarahkan siapa yang akan men jadi khalifah.
* Saat Muawiyah menanyakan kepada para sahabat lainnya, mereka semua sepakat dengan yang dikatakan Ab dullah bin Zubair. Namun, Muawiyah kemudian justru menyandera mereka, lalu memasuki masjid dan mengumumkan bahwa dalam musyawarah dengan para pemuka kaum Muslimin, mereka telah rela membai’at Yazid.
Dan, karena tak ada ruang bagi protes, maka saat itu berlangsunglah bai’at atas Yazid. Bai’at yang dilakukan tanpa kebebasan ber bicara dan kebebasan memilih itu kemudian mengakhiri sistem khilafah rasyidah, berganti dengan kerajaan turun temurun (dinasti), meskipun tetap sistem kekuasannya tetap mereka namakan sebagai khilafah. (Al Bidayah wa al Nihayah)
Harun Husein
Redaktur : Chairul Akhmad
No comments:
Post a Comment