Sejarah Gunung Sikudi di Dataran Tinggi Dieng
Gunung Sikudi terletak di pegunungan tinggi Dieng sebelah Barat Daya. Dimana Desa Kreo terletak di kakinya. Gunung yang masih dalam wilayah kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo ini diperkirakan mempunyai ketinggian 2237 m DPL, dengan posisi berderetan dengan gunung Pakuwaja (2595 m), gunung Sikunir (2.463), gunung Prahu (2.665 m). Dataran Tinggi Dieng (dieng Plateu) adalah dataran dengan aktifitas vulkanik di bawah permukaannya. seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitar sebagai tepinya. dan gunung Sikudi si tepi sebelah barat daya.
Gunung Sikudi berasal dari kata Sikudi. Kudi atau kudhi mempunyai arti alat bantu pekerjaan untuk membelah atau memotong benda keras, seperti parang. Sebagaimana parang, kudi hanya memiliki satu sisi tajam, berbentuk agak melengkung menyerupai celurit tetapi bagian pangkalnya membesar. Bentuk kudi yang lebih langsing dapat dipergunakan sebagai senjata. Kudi adalah alat yang biasa digunakan pada Zaman Hindu-budha (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kudi) .
Pada zaman Wangsa Sanjaya “Si” adalah kata yang di gunakan untuk mengkhususkan obyek, semisal si ahmad yang dimaksudkan ahmad tertentu. Kata “si” tersebut sepadan dengan isim ma’rifat dalam tata bahasa arab yang di tandai dengan alif lam didepan, seperti dalam kata al masjidu yang berarti masjid yang sudah di khususkan, berbeda jika masjidu saja, yang masih bermakna masjid yang masih umum. Dalam grammer inggris kata “the’ yang juga mempunyai arti mengkhusukan kepenunjukan. Jadi, Sikudi adalah gunung yang sudah tertentu, seperti nama-nama tempat di wilayah Dieng pada umumnya yang ditambah dengan awalan Si, seperti sikudi, sikunir, sikarim, sindoro, dan si si yang lainnya.
Penamaan sikudi pada gunung tersebut di pautkan dengan bentuknya yang seperti celurit mengahadap keatas. Seperti terdapat di Salah satu relief pada candi Sukuh, sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah menggambarkan seorang dewa sedang memegang kudi yang berbentuk melengkung.
Sikudi merupakan gunung yang di jadikan jalur utama oleh penduduk Jeblugan (Kreo purba) untuk mendatangi pusat kota religi (Dieng) sekaligus Singgasa Krajaan Hindu Wangsa Sanjaya, terutama pada masa Sri Maha Raja Rakai Garung (828 -847M). Karen Amstrong (ahli sejarah Agama) dalam buku Sejarah Tuhan menginformasikan bahwa “religi” selalu menjadi dasar Jalur pembangunan sebuah kota zaman dulu, Seperti Kuil Solomon (masjidil aq’sa) yang di bangun Nabi Sulaiman, atau ka’bah yang di bangun Nabi ismail dan ibrahim. Maka Wangsa Sanjaya juga menjadikan Dieng sebagai pusat religi (pembagunan kuil Candi) sekaligus singgasana Raja. Oleh karena itu Dieng disebut sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Untuk mencapai Dieng, penduduk jeblugan melewati gunung sikudi, sembungan, dan kemudian sampai ke pusat kota (Dieng) dari arah pintu barat daya.
Yien Y
Gunung Sikudi berasal dari kata Sikudi. Kudi atau kudhi mempunyai arti alat bantu pekerjaan untuk membelah atau memotong benda keras, seperti parang. Sebagaimana parang, kudi hanya memiliki satu sisi tajam, berbentuk agak melengkung menyerupai celurit tetapi bagian pangkalnya membesar. Bentuk kudi yang lebih langsing dapat dipergunakan sebagai senjata. Kudi adalah alat yang biasa digunakan pada Zaman Hindu-budha (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kudi) .
Pada zaman Wangsa Sanjaya “Si” adalah kata yang di gunakan untuk mengkhususkan obyek, semisal si ahmad yang dimaksudkan ahmad tertentu. Kata “si” tersebut sepadan dengan isim ma’rifat dalam tata bahasa arab yang di tandai dengan alif lam didepan, seperti dalam kata al masjidu yang berarti masjid yang sudah di khususkan, berbeda jika masjidu saja, yang masih bermakna masjid yang masih umum. Dalam grammer inggris kata “the’ yang juga mempunyai arti mengkhusukan kepenunjukan. Jadi, Sikudi adalah gunung yang sudah tertentu, seperti nama-nama tempat di wilayah Dieng pada umumnya yang ditambah dengan awalan Si, seperti sikudi, sikunir, sikarim, sindoro, dan si si yang lainnya.
Penamaan sikudi pada gunung tersebut di pautkan dengan bentuknya yang seperti celurit mengahadap keatas. Seperti terdapat di Salah satu relief pada candi Sukuh, sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah menggambarkan seorang dewa sedang memegang kudi yang berbentuk melengkung.
Sikudi merupakan gunung yang di jadikan jalur utama oleh penduduk Jeblugan (Kreo purba) untuk mendatangi pusat kota religi (Dieng) sekaligus Singgasa Krajaan Hindu Wangsa Sanjaya, terutama pada masa Sri Maha Raja Rakai Garung (828 -847M). Karen Amstrong (ahli sejarah Agama) dalam buku Sejarah Tuhan menginformasikan bahwa “religi” selalu menjadi dasar Jalur pembangunan sebuah kota zaman dulu, Seperti Kuil Solomon (masjidil aq’sa) yang di bangun Nabi Sulaiman, atau ka’bah yang di bangun Nabi ismail dan ibrahim. Maka Wangsa Sanjaya juga menjadikan Dieng sebagai pusat religi (pembagunan kuil Candi) sekaligus singgasana Raja. Oleh karena itu Dieng disebut sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Untuk mencapai Dieng, penduduk jeblugan melewati gunung sikudi, sembungan, dan kemudian sampai ke pusat kota (Dieng) dari arah pintu barat daya.
Yien Y
No comments:
Post a Comment