Lukman Harun, Sang Organisatoris Andal

Lukman Harun.
Lukman Harun.

Dia adalah Lukman Harun, sosok politikus, organisatoris, dan aktivis yang lahir dari rahim Muhammadiyah. Kiprahnya sebagai aktivis Islam Internasional sudah teruji di beberapa kancah pertemuan antartokoh agama dunia.

Putra daerah Suliki (kini berada di Kabupaten Lima Puluh Kota) Sumatra Barat ini, dikenal memiliki keingingan dan kegigihan sejak kecil.

Putra dari keluarga asli Minangkabau ini lahir dan tumbuh dari orang tua yang masih memegang kuat prinsip adat dan agama. Sang ayah, Zaid, dan ibundanya, Kamsiah, adalah kedua figur yang berperan besar mengajarkan Islam kepada Lukman.

Zaid merupakan orang yang memiliki pendidikan agama yang tinggi dan luas serta sangat fasih berbahasa Arab.

Dalam beberapa memoar, ia sempat menceritakan kisah kecilnya menuntut ilmu selama masih di kampung halamannya. “Tiap hari saya jalan kaki 12 km,” katanya. Sorenya, ia masih harus belajar di madrasah dan mengaji di malam hari.

Semua itu ia lakukan setiap hari sembari membantu sang ayah bertani dan belajar di bangku SD di Limbanang. Selain mempelajari ilmu agama, sejak kecil ia telah tertarik dengan ilmu alam dan beberapa ilmu-ilmu sosial, seperti sejarah dan ekonomi.

Lukman belia tercatat aktif di organisasi, ketika melanjutkan sekolah di SMP Muhammadiyah Payakumbuh (1947) dan merantau di SMA Muhammadiyah Jakarta (1951).

Ketertarikan sosok kelahiran 6 Mei 1934 ini pada bisnis dan ekonomi, mengantarkannya untuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Nasional. Setelah lulus, Lukman aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia pun aktif sebagai dosen pengajar.

Lukman muda dikenal sebagai organisatoris yang sangat ulung. Ia membentuk Kesatuan Aksi Pengganyangan G30S/PKI, yang kemudian bernama Front Pancasila. Organisasi itu, ia dirikan ketika pecah peristiwa G30S/PKI pada 1965.

Pada awal Orde Baru, suami dari Maimunah Malik ini, bersama beberapa aktivis dan politisi Muslim lainnya mendirikan partai politik (parpol) Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi).

Parmusi yang merupakan cikal bakal PPP adalah perpanjangan dari Masyumi, partai berbasis Islam yang dibubarkan oleh pemerintahan Orde Lama.

Meski aktif dalam pergerakan politik, bapak empat anak ini juga sempat beberapa kali memulai karier birokratnya. Ia tercatat sebagai pegawai di Departemen Keuangan dan Departemen Pertanian. Jaringan organisasi yang dimilikinya membuat Lukman kembali terjun ke dunia politik. Ia terpilih sebagai anggota DPR-GR hingga akhirnya ia berhenti pada 1971.

Sejak saat itu ia kembali aktif dalam kegiatan organisasinya, seperti menjadi anggota Kepengurusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Ia juga menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Pedoman Masyarakat dan aktif di berbagai kegiatan keagamaan dan sosial lain, seperti di Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Ketua Panitia Pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha, dan Ketua Komite Setia kawan Rakyat Indonesia-Afghanistan.Terakhir, ia menjadi Sekretaris Jenderal Asian Conference on Religion and Peace (ACRP).

Selain itu, Lukman Harun telah melanglang buana di dunia internasional. Lewat organisasi Komite Solidaritas Islam, ia berkali-kali mengunjungi Bosnia untuk aksi solidaritas ketika negeri itu dilanda peperangan

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin mengatakan, Lukman Harun merupakan tokoh Muslim yang telah memberikan sumbangsih keilmuan terhadap dunia Islam dan internasional.

Din yang juga menjabat sebagai presiden ACRP tak segan menyebut sosok Lukman dengan gelar menteri luar negerinya Muhammadiyah.

Menurut Din, pemikiran Lukman visioner dalam memajukan politik bangsa Indonesia. Karya dan jasanya sangat berpengaruh bagi perpolitikan nasional saat itu.

Terlebih, ia adalah seorang pakar politik, diplomat ulung, dan juga memiliki kepedulian sosial. “Kepekaannya terhadap masyarakat bawah sangat tinggi,” ujar Ketua Umum MUI ini, seperti dikutip dari sebuah seminar bertajuk “Lukman Harun, Muhammadiyah dan Dunia Islam” di UIN Jakarta.

Pada saat memasuki era 1990, terjadi perbedaan pandangan yang cukup tajam antara Lukman Harun yang saat itu sudah menjadi tokoh senior di Muhammadiyah dan Amien Rais yang menjadi salah satu pengurus PP Muhammadiyah.

Semangat Amien Rais yang menginginkan adanya suksesi  pemerintahan Orde Baru, diwacanakan sejak 1993, termasuk dalam perhelatan tanwir.

Lukman melemparkan kritik tajam atas wacana tersebut. Ia menganggap Amien seolah berusaha membawa Muhammadiyah ke ranah politik dan menjadikan organisasi ini sebagai kendaraan politik. Meski akhirnya gagasan tersebut kandas lantaran peserta tanwir menolaknya.

Menurut dia, seharusnya kader Muhammadiyah memberikan kritik yang lebih menyejukkan. Sebab, menurut dia, Muhammadiyah memiliki cara tersendiri dalam menjaga hubungan dengan dunia politik dan pemerintah. Namun, Lukman menampik sikap kritis Amien tersebut, bukan karena ia pernah berada di Partai Golkar.

Lukman mengungkapkan, hubungannya dengan Amien Rais sangat baik meskipun ada perbedaan pendapat dan pandangan dalam memandang solusi politik nasional.

Namun, sosok organisatoris dan aktivis Muslim internasional tersebut akhirnya harus tutup usia pada Kamis, 8 Maret 1999, di usia 65 tahun, beberapa bulan setelah terjadinya reformasi.

Amri Amrullah      
Redaktur : Chairul Akhmad

No comments: