Cut Nyak Dhien di Mata Penjaga Rumahnya di Sumedang
Niazah A. Hamid ke rumah Cut Nyak Dhien di Sumedang, Jawa Barat. | Foto: Ridha Yuadi
Mata rabun termakan usia, tubuh ringkih karena menua namu Bumi Sumedang menyambut perempuan mulia itu dengan senyuman.
CERITA tentang sisa masa hidupahlawan Aceh Cut Nyak Dhien disampaikan H. Dadang Febian dengan lancar. Dia adalah penjaga rumah tempat tinggal Cut Nyak Dhien di Jalan P. Suriaatmaja, Sumedang, Jawa Barat, tatkala lasykar perempuan itu diungsikan Belanda.
Salah satu pendengarnya tiada lain istri Gubernur Aceh, Niazah A. Hamid yang dua hari lalu berkunjung ke sana. Bersama Niazah yang biasa disapa Ummi itu ditemani sejumlah ibu-ibu pembina PKK Sumedang.
Dadang membuka cerita tentang rumah itu sudah dipugar pada 1979 ini letaknya persis di belakang Masjid Agung Sumedang. Berukuran 12x14 M, dengan tinggi 1 Meter. Bekas kamar tidur Cut Nyak Dhien berukuran 3x5M. "Ranjangnya berukuran 2x2 meter," kata Dadang.
Diceritakan, untuk perawatan Cut Nyak Dhien, oleh Bupati Sumedang kala itu (Pangeran Aria Suriaatmaja) menyerahkan kepada seorang ulama Masjid Agung Sumedang, KH Sanusi. "Tapi waktu itu rumah KH Sanusi sedang diperbaiki maka untuk sementara Cut Nyak Dhien dititipkan dulu selama 3 minggu dirumah H.Ilyas. Selanjutnya dibawa kerumah KH Sanusi,”kata Dadang.
KH Sanusi hanya setahun merawat Cut Nyak Dhien, karena beliau meninggal. Kemudian perawatan Cut Nyak Dhien dilanjutkan anaknya, H.Husna, sampai Cut Nyak meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di lokasi makam keluarga H Husna d Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Sumedang Selatan.
Kendati dalam perawatan H Husna, kata Dadang, Cut Nyak Dhien tetap menjalani kegiatan agama. Walaupun mata Cut Nyak sudah tak bisa melihat tapi masih mampu memberikan pelajaran mengaji khususnya kepada ibu-ibu warga sumedang.
"Itulah yang menjadi landasan utama sehingga Cut Nyak Dhien mendapat julukan Ibu Perbu, ibu ratu atau masyarakat disini menyebutnya Ibu Suci," kata Dadang. "Cut Nyak Dhien kalau berkomunikasi dengan KH Sanusi dan H Husna memakai bahasa Arab," imbuh pria tiga anak itu.
Ya. Cut Nyak Dhien adalah sosok pahlawan wanita Aceh yang mendapat julukan srikandi Indonesia. Anak dari Teuku Nanda Setia. Mata rabun termakan usia, tubuh ringkih karena menua namu Bumi Sumedang menyambut perempuan mulia itu dengan senyuman. []
Salah satu pendengarnya tiada lain istri Gubernur Aceh, Niazah A. Hamid yang dua hari lalu berkunjung ke sana. Bersama Niazah yang biasa disapa Ummi itu ditemani sejumlah ibu-ibu pembina PKK Sumedang.
Dadang membuka cerita tentang rumah itu sudah dipugar pada 1979 ini letaknya persis di belakang Masjid Agung Sumedang. Berukuran 12x14 M, dengan tinggi 1 Meter. Bekas kamar tidur Cut Nyak Dhien berukuran 3x5M. "Ranjangnya berukuran 2x2 meter," kata Dadang.
Diceritakan, untuk perawatan Cut Nyak Dhien, oleh Bupati Sumedang kala itu (Pangeran Aria Suriaatmaja) menyerahkan kepada seorang ulama Masjid Agung Sumedang, KH Sanusi. "Tapi waktu itu rumah KH Sanusi sedang diperbaiki maka untuk sementara Cut Nyak Dhien dititipkan dulu selama 3 minggu dirumah H.Ilyas. Selanjutnya dibawa kerumah KH Sanusi,”kata Dadang.
KH Sanusi hanya setahun merawat Cut Nyak Dhien, karena beliau meninggal. Kemudian perawatan Cut Nyak Dhien dilanjutkan anaknya, H.Husna, sampai Cut Nyak meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di lokasi makam keluarga H Husna d Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Sumedang Selatan.
Kendati dalam perawatan H Husna, kata Dadang, Cut Nyak Dhien tetap menjalani kegiatan agama. Walaupun mata Cut Nyak sudah tak bisa melihat tapi masih mampu memberikan pelajaran mengaji khususnya kepada ibu-ibu warga sumedang.
"Itulah yang menjadi landasan utama sehingga Cut Nyak Dhien mendapat julukan Ibu Perbu, ibu ratu atau masyarakat disini menyebutnya Ibu Suci," kata Dadang. "Cut Nyak Dhien kalau berkomunikasi dengan KH Sanusi dan H Husna memakai bahasa Arab," imbuh pria tiga anak itu.
Ya. Cut Nyak Dhien adalah sosok pahlawan wanita Aceh yang mendapat julukan srikandi Indonesia. Anak dari Teuku Nanda Setia. Mata rabun termakan usia, tubuh ringkih karena menua namu Bumi Sumedang menyambut perempuan mulia itu dengan senyuman. []
No comments:
Post a Comment