Sejarah Pembangunan Masjid Raya Baiturrahman

Secarik Sejarah Pembangunan Masjid Raya Baiturrahman
Masyarakat melaksanakan shalat tarawih di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh | Foto: ATJEHPOSTcom/Taufik Ar Riffai
Pemerintahan Belanda lantas berinisiatif memperluas masjid tersebut menjadi tiga kubah



AWAL mula pembangunan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh konon disebut memiliki dua versi cerita. Masjid yang kemudian menjelma menjadi icon Aceh tersebut mengalami perubahan seiring perjalanan waktu.
Disebutkan pembangunan masjid era Sultan Alaudin Mahmud Syah I pada abad ke-13. Namun ada juga yang menyebutkan masa kejayaan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17 yang memerintah pada kurun waktu 1607-1636.
Gambar awal masjid raya era Sultan Iskandar Muda muncul dalam sketsa yang dibuat Peter Mundy, seorang pengelana Eropa. Mundy yang mampir di Aceh pada 1637 menggambarkan masjid raya sebagai bangunan persegi yang terbuat dari kayu. Atapnya bukan kubah, melainkan atap berlapis empat piramida berjenjang yang makin ke atas kian mengerucut. Tak ada menara di sampingnya. Bangunan ini dikelilingi pagar serupa benteng.
Gambar karya Mundy ini kemudian menjadi satu-satunya rujukan para sejarawan yang melacak riwayat Masjid Raya Baiturrahman. Wujud masjid dalam sketsa Mundy ini menyerupai Masjid Tuha di Indrapuri, Aceh Besar.
Di awal pendiriannya masjid itu tak berumur panjang. Masa pemerintahan Ratu Sultanah Nurul Alam (1675-1678) masjid terbakar. Lalu Perdana Menteri Habib Abdur Rahman membangunnya kembali dari dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Ketika Belanda menyerang Aceh, masjid itu dibakar karena diduga menjadi benteng pertahanan pejuang Aceh.
Belanda lantas membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman dengan metode bangunan sangat berbeda. Sayangnya pengorbanan yang dilakukan Belanda untuk merebut hati masyarakat Aceh tersebut sama sekali tidak berhasil. Masyarakat Aceh malah menolak membantu pembangunan masjid itu dan juga kelak tidak mau beribadah di sana.
Masyarakat Aceh ketika itu menganggap sembahyang di masjid yang dibangun oleh "kaphé" tidak sah. Akibatnya, hanya sedikit orang yang bersembahyang di sana.
Maka, jadilah masjid yang megah itu hanya untuk kegiatan saat memotong sapi menyambut uroe meugang. Artinya, harapan Belanda menjadikan Masjid Raya sebagai simbol perdamaian tak terwujud. Nyatanya, perang gerilya terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian.
Di tahun 1936, jumlah jamaah Masjid Raya Baiturrahman kian bertambah. Pemerintahan Belanda lantas berinisiatif memperluas masjid tersebut menjadi tiga kubah. Perluasan masjid ini mendapat sambutan hangat dari warga Aceh yang kian ramai berjamaah di sana.
Di era kemerdekaan Gubernur Ali Hasjmy menggerakkan perluasan dan memperindah Masjid Raya sejak 1958 hingga 1968. Masjid Raya yang semula memiliki tiga kubah diperluas menjadi lima.
Perluasan bangunan tersebut kembali terjadi pada 1988 dengan menambah kubah menjadi tujuh dan membangun satu menara di depan Masjid Raya Baiturrahman. Perluasan ini merupakan terakhir kalinya dilakukan untuk bangunan kebanggaan masyarakat Aceh tersebut. (Selengkapnya baca: Amazing Baiturrahman; Kisah Awal Mula Masjid Raya Banda Aceh).
Setelah sekian lama, perluasan Masjid Baiturrahman kembali dilakukan. Kini Gubernur Aceh Zaini Abdullah juga bakal merenovasi masjid tersebut agar terlihat lebih luas tanpa mengganggu bangunan asli agar tidak mengurangi nilai sejarahnya.
"Pemerintah Aceh merencanakan perluasan infrastruktur Baiturrahman bernuansa Masjid Nabawi di Madinah. Salah satunya penambahan payung raksasa di pekarangan berukuran 15 dan 25 meter," kata Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, seperti dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Jumat 20 Juni 2014.
Pemprov Aceh akan melengkapi Masjid Baiturrahman dengan basement untuk tempat wudu dan area parkir. Selain itu juga tempat minum di beberapa sudut masjid.
Untuk jangka panjang, pekarangan masjid juga akan diperluas hingga ke bantaran Sungai Aceh. Di sungai itu juga akan dibangun dermaga, sehingga masyarakat bisa datang ke masjid ini melalui sungai itu dengan kapal yang akan disiapkan.
Zaini menambahkan, untuk mewujudkan rencana ini dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Diperkirakan penambahan infrastruksut itu akan menghabiskan biaya Rp 1,1 triliun. “Harapan kita semoga keinginan itu mendapat dukungan dari semua pihak, terutama masyarakat Aceh,” tambah dia.
Tak hanya memperluas infrastruktur, Pemprov Aceh juga akan menjadikan Masjid Baiturrahman sebagai pusat pendidikan agama. Sekolah, mulai tingkat dasar hingga menengah atas, akan dibangun di belakang masjid.
"Rencananya juga akan dibangun sebuah gedung untuk pertemuan yang dapat digunakan oleh para ulama dan acara pernikahan. Semoga keinginan ini dapat terwujud," ujar Zaini.
Dia berharap dukungan dari para ulama dan cendekiawan Aceh tidak hanya dalam bentuk gagasan. Melainkan juga terlibat aktif dalam pengelolaan dan pengembangan Masjid Raya Baiturrahman.[]

No comments: