Umayyah-Abbasiyah, Transisi Dua Dinasti

Ilustrasi
Ilustrasi

Dinasti Umayyah di Damaskus dimulai setelah kemangkatan Khalifah Ali.
Dalam administrasi kerajaan imperium Arab yang baru, otoritas umum berada di tangan para panglima Arab. Sedangkan, pemerintahan sipil berada di tangan penguasa setempat.

Kebanyakan komunitas rakyat diizinkan berada di bawah hukum yang mengatur mereka. Karena Muslim dibebaskan dari pajak yang dikenakan pada warga taklukan, masuk Islamnya warga non-Muslim sebenarnya tidak didorong karena bisa mengurangi pendapatan.

Pos-pos militer tumbuh menjadi kota. Orang Arab yang jauh dari rumah memperoleh tanah setempat dan Muslim diizinkan memiliki istri non-Muslim.

Proses perataan ini memiliki efek perluasan. Islam menjadi lebih menarik bagi orang luar karena kedudukan sosial yang tinggi dan kebebasan ekonomi yang diberikannya.

Keberagaman yang meningkat pada gilirannya membuat pengetahuan Arab kian beragam seiring rakyat taklukan mendidik tuan penguasa mereka. Hal ini berlangsung di setiap cabang ilmu pengetahuan dan seni.

Dalam arsitektur, misalnya, istana negara dihiasi dengan gaya campuran Yunani, Persia, dan Suriah yang juga memengaruhi pembangunan masjid.

Bahkan, bidang-bidang yang sakral, seperti teologi dan hukum Islam, juga terpengaruh. Walaupun aturan itu secara fundamental bersifat religius, undang-undang mengenai perpajakan, perdagangan, keuangan, dan wilayah lain mencerminkan praktik Bizantium yang sudah ada.

Dinasti Umayyah di Damaskus dimulai setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal dunia akibat dibunuh. Di bawah Dinasti Umayyah, derap penaklukan terus berlanjut.

Keunggulan pasukan laut dibangun di Mediterania timur, beberapa inovasi administrasi, termasuk sistem pos di seluruh kerajaan.

Sistem pos dioperasikan layaknya sebuah pony express menggunakan kuda dan unta. Inovasi lain adalah standardisasi pembuatan uang logam Arab dan penetapan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Berbagai inovasi itu membantu menjaga keutuhan kerajaan.

Meski begitu, kata Benson Bobrick dalam The Caliph Splendor: Islam and the West in the Golden Age of Baghdad, hasutan kaum Syiah, pemberontakan di Makkah dan Madinah, kerusuhan di Basrah, kebencian yang membara di Persia, dan kambuhnya permusuhan lama antarklan menggerogoti Pemerintahan Umayyah.

“Pada akhirnya, dua hal meruntuhkan kekuasaan Umayyah. Pertama, pembusukan sistem kesukuan Arab tempat bergantungnya kekuatan militer mereka. Kedua, ketidakpuasan terhadap pemerintah yang muncul dari kesalahannya mengelola Persia,” kata Bobrick.

Kekhalifahan Umayyah berganti empat kali hanya dalam satu tahun (743-744 M). Sementara itu, kaum Syiah di Persia bersiap memberontak. Pada 747 M, setelah membentuk sebuah koalisi besar kelompok-kelompok pemberontak, orang-orang Abbasiyah menaikkan standar pemberontakan.

Di bawah pimpinan Abu Muslim, seorang bekas budak berkebangsaan Persia, tentara mereka menguasai Persia selatan dan Irak. Mereka berhasil memukul mundur pasukan Umayyah dari Kufah ke Khurasan.

Khalifah Umayyah terakhir Marwan II melarikan diri ke Mesir. Ia kemudian tertangkap dan dibunuh. Sebagai khalifah pertama Abbasiyah Abu al-Abbas mengawali pemerintahannya dengan pembantaian yang mengerikan terhadap seluruh keluarga Umayyah.

Meski awalnya mengerikan, kekuasaan Abbasiyah terus bertahan melalui 37 khalifah selama masa 500 tahun. Saat Abu Ja’far Abdullah al-Manshur berkuasa, dia mengangkat bangsawan Suriah menjadi pejabat. Manshur merupakan penguasa yang bijaksana dan paling dikenang.

Kota Bundar, benteng Baghdad yang hebatBaghdad merupakan lokasi yang strategis, terbebas dari nyamuk, musim dinginnya sedang, dan musim panasnya sejuk.

Kedua tepi sungai dapat ditanami, namun secara alamiah terlindung dari serangan. Ke timur arusnya mustahil diarungi. Sebuah jejaring kanal ke selatan menyediakan sarana pertahanan seperti parit.

Setelah peramalnya yang beragama Yahudi, Masyaallah (pakar terkemuka pada masanya), memilih waktu baik untuk pembangunan kota, pembangunan dikebut dengan cepat oleh 100 ribu pekerja yang diangkut dari seluruh Timur Dekat dan Timur Tengah.

Uang dalam jumlah besar digunakan untuk membangun istana, masjid, barak, jembatan, saluran air, dan beragam kubu pertahanan.

Selesai pada 766 M, Kota Bundar, begitu ia disebut, memiliki diameter dua mil dengan benteng pertahanan luar dan dalam terdiri atas tiga tembok konsentris dan sebuah parit dalam berisi air. Bagian hunian dibagi menjadi empat kuadran yang ditempati para pejabat senior dan pengawal kerajaan.

Menjajari bagian dalam tembok kota, dibangun arkade untuk toko dan kios para pedagang. Di tengah-tengah berdirilah istana sang khalifah yang disebut Gerbang Emas. Disebut begitu karena pintu besarnya disepuh dengan banyak sekali emas, terbuat dari batu dan pualam, serta memiliki kubah hijau besar yang di puncaknya dipasang patung penunggang kuda yang berputar-putar seperti kincir penunjuk arah angin. Di samping istana berdiri Masjid Agung.

Diciptakan seolah dengan tongkat ajaib seorang penyihir, Baghdad menjadi kota terbesar di dunia. Manshur memberinya nama Madinah as-Salam atau Kota Kedamaian yang juga tertera di koin-koin Abbasiyah.

Manshur meletakkan bata pertama dengan tangannya sendiri dan saat melakukannya, ia mengucapkan, “Dengan menyebut nama Tuhan. Segala puji bagi-Nya dan bumi adalah milik-Nya. Dia mewariskan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Kemenangan adalah milik orang yang bertakwa!”

Ani Nursalikah

No comments: