Diktator Religius yang Memusnahkan Suku Maya
Pada 7 Maret 1982, Jenderal Angel Anibal
Guevara, incumbent Presiden Guetamala, memenangkan pemilihan umum, yang
segera memancing tuduhan curang oleh kalangan oposisi. Di kala sang
presiden sedang menikmati hari-hari terakhir dalam masa jabatannya
tersebut, pada tanggal 23 Maret 1982, Rios Montt melakukan kudeta dan
merebut kekuasaan secara paksa. Kudeta itu sendiri didukung oleh
sekelompok perwira militer yang dikendalikan oleh Jenderal Horacio
Egberto Maldonado Schaad dan Kolonel Franscisco Luis Gordillo Martinez.
Tindakan itu sendiri diduga melibatkan CIA dan sudah diramalkan
sebelumnya oleh Amerika. Rios Montt kemudian membentuk pemerintahan
junta militer dan menempatkan dirinya sebagai Kepala Negara.
Pemerintahan junta segera membatalkan konstitusi, menghapuskan
undang-undang, mereposisi pengadilan, dan memulai tindakan pembersihan
terhadap kalangan yang menentang kudeta termasuk melakukan penculikan,
penganiayaan, dan pembunuhan illegal. Kudeta itu digambarkan sebagai
tindakan perwira muda dan mencegah dilantiknya Guevaraa sebagai Presiden
pada tanggal 1 Juli 1982.
Kudeta militer semacam itu bukanlah hal yang
baru di Guetamala. Terhitung sudah ada 9 Presiden yang dipaksa
menyingkir dari jabatannya sejak tahun 1954 dan untuk sebagian,
mula-mula kudeta seperti itu tidak lebih dari permainan bidak catur
sehubungan dengan persaingan antara militer dan elit sipil sehubungan
dengan pergolakan sosial dan tertib hukum. Dengan mantra “mengembalikan
stabilitas politik”, maka nampaknya usaha kudeta itu seolah-olah tidak
nampak sebagai perebutan kekuasaan.
Pada tanggal 23 Maret 1982 tersebut, di sore
hari, Jenderal Rios Montt, seorang yang menganut agama Protestan,
berdiri di depan kamera televisi, dan berujar, “Aku percaya akan
kekuasaan Tuhan dan Kerajaan-Nya, karena hanya Dia yang akan
membimbingku. Dialah satu-satunya yang telah memberikanku kekuasaan.”
Rioss Montt lahir di Huehuetenango pada 16
Juni 1926. Montt lahir sebagai anak sulung dari sebuah keluarga kelas
menengah, tetapi mengalami kebangkrutan karena krisis ekonomi dunia saat
itu, the Great Depression. Ayahnya adalah pelaku usaha yang memiliki sebuah took dengan nama La Comodidad
yang kemudian mengalami kerugian. Ibunya adalah seorang ibu rumah
tangga, yang berasal dari imigran Prancis, sehingga memberikan nama
tidak lazim dibandingkan kebiasaan orang Guetamala, yaitu Montt, sebagai
nama keluarga. Rumah tangga itu sendiri dikarunia 12 orang anak, yang
setelah anak sulungnya meninggal dunia, Montt menjadi putra tertua.
Sekalipun tidak kaya, tetapi keluarga ini cukup terhormat di wilayah
Huehuetenango dan mereka mendidik anak-anaknya untuk selalu “berpjak
kepada kewajiban besar” dan disiplin. Dua diantara anak-anaknya kemudian
berhasil menjalankan pekerjaan dalam profesi prestise di kalangan
masyarakat saat itu yaitu militer dan gereja.
Montt sendiri memperoleh pendidikan militer
di kala memasuki usia 16 tahun. Dia kemudian memperoleh kehormatan untuk
menjalani pendidikan di Escuela Politenica di Guetamala City
(1943), yang memungkinkannya memperoleh keistimewaan hidup dan kekuasaan
sebagai pejabat militer. Sesudah lulus pada usia 23 tahun, dia memilih
tetap berkarier di kemiliteran dan dalam usia sebelum 40 tahun, karirnya
melesat dengan cepat. Bahkan dia kemudian menjadi Direktur pada Escuela Politenica.
Seperti kebanyakan rekan sejawatnya yang lain
yang memperoleh kesempatan pendidikan di luar negeri menjelang akhir
Perang Dingin, Montt kemudian memperoleh beasiswa dari Amerika Serikat
untuk memperdalam ilmu kemiliterannya. Seperti halnya para perwira
tinggi lain, termasuk 6 diantara 9 orang yang menjadi menteri dan
kemudian membantunya saat dia menjadi Kepala Negara, Montt lulus atas
program pelatihan pejabat militer di sebuah lembaga di Fort Braag, North
Carolina,yang kemudian dikenal sebagai School of the America
(1950). Montt sendiri cenderung tertarik dengan gerakan Mao,
dibandingkan doktrin berpengaruh di Kawasan Amerika Latin saat itu dari
Che Guevara, sesuatu yang barangkali mempengaruhi dirinya saat mengambil kekuasaan tahun 1982. Montt kemudian melanjutkan pendidikan di Italian War College (1961-1962).
Setelah kembali ke Guetamala, Montt kemudian
menjadi Panglima Angkatan Bersenjata di masa Presiden Carlos Arana
Osorio (1970) dan pangkatnya menjadi Jenderal dua tahun kemudian.
Sekalipun dalam periode ini dia dikenal sebagai sosok tentara yang
profesional dan menuntut standar moral yang tinggi, akan tetapi pada 27
Maret 1973, jenderal muda ini memerintahkan pembunuhan missal terhadap
kelompok petani yang terlibat dalam persoalan pendudukan tanah di
Sansirisay, El Progreso. Pada tahun 1974, adiknya yang bernama Mario
Enrique ditasbihkan menjadi Uskup Katolik, dan saat itu Montt untuk
pertama kalinya terjun ke dunia politik dengan mencalonkan diri sebaagi
Presiden dengan kendaraan Partai Demokratis Kristen (UNO). Dalam pemilu
tersebut, Montt memperoleh kemenangan riil tetapi militer dan kalangan
konservatif kemudian membatalkan hasil pemilu itu. Jenderal Kjell
Laugerud, seorang militer dari kubu garis keras, kemudian menjadi
Presiden sementara. Sesudah peristiwa itu, karir militer Montt hancur
dan ia kemudian dilempar menjadi Duta Besar di Spanyol dan tahun 1977
dia mengundurkan diri secara sukarela dari militer.
Setelah itu dia menjadi penganut agama Kristen (Pantekosta) dan bergabung dengan gereja yang dikenal sebagai Cruch of the Word.
Sikap Montt ini bersamaan dengan kecenderungan yang mulai berjalan di
tahun 1960-an dan secara cepat berkembang sesudah tahun1976, di mana
penduduk Guetamaa berpindah agama menjadi penganut Protestan, khususnya
Pantekosta. Perkembangan ini juga diakibatkan karena kompleksitas
faktor spiritual, sosial, dan politik. Montt yang besar dalam keluarga
yang taat kepada agama Katolik, termasuk cermin perubahan besar itu.
Tidak mengherankan jika setelah menjadi
Presiden dari kudeta 1982 di atas, Montt kemudian menempatkan pemuka
Pantekosta dalam jabatan yang ia buat sendiri sebagai Staf Khusus
Presiden Urusan Privat dan Staf Khusus Presiden Urusan Publik. Jabatan
ini lebih banyak sebagai penasehat Montt, yang dikatakannya sebagai
“hati nurani.” Kenyataan itu memunculkan dugaan dukungan gereja terhadap
kudeta tersebut. Kalangan Protestan kemudian dituding terlibat dalam
aksi pengecaman dalam percobaan kudeta terhadap Montt pada 8 Agustus
1983.
Sebab kudeta 23 Maret 1982 di atas juga
merupakan produk dari dibabatnya kemenangan Montt dalam pemilu 1974.
Pada bulan Maret 1982, pejabat militer yang mendukung kudeta, berpikir
bahwa Montt adalah figur moderat di kalangan militer, yang melalaikan
sikap beragama baru sang Jenderal. Kalangan intelijen Amerika pun salah
menduga mengenai Montt. Akibatnya fatal. Montt segera mengkonsolidasikan
kekuasaan di tangannya, mendominasi dalam pemerintahan junta, dan pada 8
Juni 1982 memaksa mundur 2 perwira militer untuk mengamankan posisinya
dalam junta dan demikian ia menggemgam jabatan strategis sekaligus:
Presiden, Panglima Angkatan Bersenjata, dan Menteri Pertahanan. Montt
segera menawarkan agenda yang disebutnya sebagai New Guaetamala.
Bagi Montt, program ini adalah proyek politik
militer dan dianggap sebagai kebijakan penebusan. Militer menjadi garda
depan bagi nilai-nilai moral dan spiritual. Seperti pernah disampaikan
oleh Ketua Senat semasa Rios Montt Serrano Elias (dan kemudian menjadi
Presiden 1992-1993), Rios mempunyai pemikiran ganda. Ia menempatkan
dirinya sebagai tentara dan pejuang moral. “Anda mestinya tahu, bahwa
dalam pemerintahan hal itu merupakan 2 masalah yang terpisah,” kata
Ellias. Montt sendiri kemudian menegaskan bahwa negara Guatemala harus
berdiri pada 3 sendi utama yaitu moralitas, ketertiban, dan disiplin.
Semua itu untuk mematahkan gerilyawan dan pemberontak yang terus menerus
menciptakan keonaran dan mencegah pengaruh komunisme.
Dua minggu setelah menggenggam kekuasaan,
Montt memerintakan militer untuk memusnahkan para gerilyawan dan
pendukung-pendukungnya. Dengan Instruksi 15 April 1982, kebijakan itu
diformalkan dan dikenal sebagai “Politik Bumi Hangus.” Kebijakan ini
sesungguhnya untuk memusnahkan penduduk asli suku Maya, terutama di
kawasan Quiche dan Huehuetenango, yang kemudian terbukti mampu
menghancurkan 600 desa. Pada Juli 1982, misalnya, sebanyak 250 orang
tewas. Pemerintah membentuk pengadilan militer untuk menjatuhkan hukuman
mati bagi kalangan gerilyawan dan mereka yang dituduh memberontak.
Puluhan ribu petani diasingkan ke perbatasan Meksiko. Pada bulan Juni
1982, amnesti politik dibatalkan dan dengan alasan negara dalam keadaan
darurat diadakan pembatasan partai dan serikat pekerja dengan ancaman
tembak di tempat bagi siaapun yang melanggar.
Kebijakan Montt yang berkedok menciptakan
tertib sipil dan menentang komunisme itu disambut oleh Amerika, yang
selama pemerintahan Presiden reagen memberikan dukungan terus menerus
dan bahkan Reagen berkunjung ke Guaetamala pada Desember 1982. Reagen
memuji kondisi HAM yang terus meningkat sembari royal memberikan bantuan
perlengkapan militer kepada Montt; suku cadang helikopter sebesar US $ 4
juta dan biaya pertahanan sebanyak US $ 6,3 juta sepanjang 1982-1983.
Demikian pula Israel menjalin kerjasama strategi dan tidak hanya bantuan
material, akan tetapi juga pelatihan dan pendidikan intelijen.
Montt pun tak lepas dari usaha kudeta untuk
merebut kekuasaan yang digenggamnya. Pada 29 Juni 1982, dia menerapkan
hukum darurat dan melakukan pemilu 1984. Tanggal 8 Agustus 1984,
Jenderal Ocar Humberto Mejia Victories (Menteri Pertahanan) melakukan
kudeta tidak berdarah, sekalipun menewaskan 7 orang. Popularitas Montt
jatuh ke titik nadir dan diperparah sikapnya yang menolak memberikan
grasi kepada 6 gerilyawan bersenjata saat bertemu Paus John Paul II.
Kalangan militer juga mengecam kebijakan Montt yang mendorong promosi
bagi kalangan tentara muda yang merusak tradisi militer. Kalangan
penduduk kelas menengah juga mengecam kebijakan pajak baru sejak 1
Agustus 1984. Puncaknya kemudian, Montt—diktator religius yang
memusnahkan suku Maya itu—terjungkal dari kekuasaan pada 1983.
Tahun 1989 Mont mendirikan partai politik Guatemalan Republican Front
(FRG). Dia mencoba menjadi calon Presiden tahun 1990 tapi terganjal
karena ketentuan konstitusi baru yang melarang kandidat yang terlibat
kudeta militer di masa lalu untu menjadi peserta pemilu. Montt menjadi
anggota Konggres 1990-2004 dengan menikmati kekebalan hukum. Tahun 1994,
dia terplih menjadi Ketua Parlemen (yang sudah menjadi unicameral).
Tahun 1995 dia kembali mencoba ikut pemilu Presiden dan ditolak. Calon
yang diajukannya dari FRG, Alfonso Protillo kalah, meskipun kemudian
memenagkan jabatan Presiden pada 1999.
Pada Maret 1999, Presiden Amerika Bill
Clinton secara mengejutkan mengeluarkan pernyataan, “Bagi Amerika
Serikat, penting untuk saya tegaskan bahwa dukungan terhadap angkatan
bersenjata dan unit intelijen dalam kekerasan dan represi yang meluas
merupakan kesalahan dan Amerika harus menolak mengulangi kesalahan ini.”
Selanjutnya, pada bulan Agustus 1999, Presiden terpilih Alfonso
Portillo mengizinkan penyelidikan pelanggaran HAM yang terjadi 20 tahun
lalu, termasuk perintah pembunuhan saat Montt menjadi Presiden.
Pada 2003, masa jabatan Montt di Parlemen
berakhir. Sejak itu upaya untuk menyeret Montt ke pengadilan HAM terus
bergulir. Upaya perlawanan Montt kandas saat 1 Maret 2012, pengadilan
menolak memberikan amnesti kepada Montt dan akhirnya Montt menjadi bekas
kepala negara pertama yang diadili. Sejak 19 Maret 2013, pengadilan
untuk tuduhan menghabisi 1.771 suku Maya digelar. Pada 10 Mei 2013 yang
lalu, Montt dijatuhi hukuman 80 tahun penjara karena terbukti
memerintahkan pelanggaran HAM berat genocide dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mas Ishar
No comments:
Post a Comment