Gencatan Senjata di Kota Payakumbuh

Sebelum kota Payakumbuh di serah-terima dari pihak Belanda ke pihak Republik, terlebih dahulu diadakan gencatan senjata ( cease fire ). Pada saat akan berlakunya gencatan senjata, pada tanggal 14 Agustus 1949, Letnan I Azhari Abbas datang ke Kubang Tungkek atas perintah Komandan Pertempuran Limapuluh Kota Mayor A. Thalib. Tujuan kedatangannya adalah untuk memberitahu bahwa nanti malam akan mulai jam 00:00 diberlakukan gencatan senjata dan sedapat mungkin pos musuh yang ada di Tiakar Guguk sebelum jam 00:00 sudah dapat dikuasai. Untuk melaksanakan perintah tersebut, Komandan Pertempuran tersebut mulai jam 19:00 mulai melakukan serangan terhadap pos musuh. Sampai jam 23:00 serangan dihentikan karena mendapat perlawanan dari musuh.
Besoknya, hari Senin tanggal 15 Agustus 1945, satu regu pasukan Belanda datang ke pos Republik dan mereka melambaikan tangan sambil berteriak : cease fire…cease fire….!!! Dari pasukan Belanda yang maju adalah komandan peleton pos Tiakar Guguk Sersan Mayor Tijdink, sedangkan dari pasukan Republik yang maju adalah Opsir Muda Azwar Tontong. Waktu itu disepakti bahwa pos Republik dijadikan sebagai tempat bertemukan pasukan Belanda dan Republik guna membicarakan tindakan selanjutnya.
Sebelum pasukan Republik masuk kota Payakumbuh, Komandan Batalyon 101 Brigade Banteng yang baru dibentuk Mayor. A Thalib mengeluarkan maklumat no.1 yang juga disampaikan kepada Wali Perang dalam dan luar kota Payakumbuh, Camat-camat Militer di Limapuluh Kota, Wedana-wedana Militer Limapuluh Kota, Bupati Militer Limapuluh Kota, Komandan CPM Sub Detasemen I, Komandan-komandan Kompi Batalyon 101, Komandan CPM Sub. Territorium IX, Komandan Brigade Banteng dan Gubernur Militer Sumatera Tengah. Maklumat tersebut berisi :
1. Sejak tanggal keluarnya pasukan Belanda dari daerah Payakumbuh, maka kota Payakumbuh adalah “Kota tertutup dan kota militer”.
2. Seluruh penduduk yang ada dalam kota dan sekitarnya tidak boleh keluar rumah diwaktu pasukan Belanda keluar kota Payakumbuh.
3. Tentara Republik, PMT, BPNK dan lasykar-lasykar lainnya serta rakyat umum bersenjata atau tidak untuk sementara belum diizinkan masuk kota Payakumbuh, kecuali telah mendapatkan surat izin dari kami.
4. Terhadap kejahatan-kejahatan seperti penculikan, pembunuhan, perampokan, pengacauan dan kejahatan lainnya terhadap siapapun juga termasuk bagi mereka yang selama ini pernah menjadi kaki-tangan Belanda, sebagai pembalasan dendam terhadap orang-orang tersebut diatas, akan diambil tindakan-tindakan militer dan dihukum berat menurut ketentaraan.
5. Seluruh penduduk supaya tentram dan turut memelihara keamanan bersama dan menginsyafi sedalam-dalamnya bahwa keselamatan dan keamanan serta pemeliharaan jiwa dan hak milik siapa pun juga termasuk orang asing akan dijaga sebaik-baiknya.
6. Jam malam (avonklo ) untuk kota Payakumbuh berlaku mulai pukul 18:00 hingga pukul 06:00.
7. Kepada siapapun yang melanggar dan tidak mematuhi maklumat ini seperti yang disebutkan dalam pasal-pasal diatas maka akan diambil tindakan militer dan di hukum berat.
8. Maklumat ini berlaku sejak tanggal dikeluarkan sampai pencabutan kembali.
Demikianlah maklumat pertama dari Mayor A. Thalib selaku Komandan Batayon 101 Brigade banteng untuk menjamin keamanan, keselamatn serta ketertiban umum dalam kota Payakumbuh dalam masa peralihan kekuasaan dari pihak Belanda ke Republik Indonesia.
Dedi Asmara / dari berbagai sumber