Jejak Cinta Inggit Garnasih Mengantarkan Singa Podium ke Gerbang Kemerdekaan

Ketika pintu besi terkunci, seluruh dunia kami tertutup. Kami sama sekali dikucilkan….Tidak seorang pun mengetahui dimana kami berada. Mereka bahkan tidak memberi kesempatan kepadaku untuk melakukan kontak dengan Inggit.[Soekarno, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat].

Di hari keberangkatan ke Solo untuk melakukan pidato politik, Inggit telah melarang Soekarno pergi karena mendapatkan firasat yang tidak baik. Firasat itu menjadi kenyataan, Soekarno ditangkap bersama Gatot Mangkupraja di rumah Suyudi pada 29 Desember 1929 setelah rapat umum pengurus Partai Nasional Indonesia (PNI). Mereka lalu dibawa ke penjara Banceuy, penjara kelas bawah di Bandung. Bung Karno menempati kamar di Blok F sel No 5. Satu-satunya bangunan sel dari 36 sel yang pernah ada dan yang masih tersisa di Banceuy sebagai penanda di sana pernah berdiri sebuah penjara yang dibangun pada abad ke-19. Bung Karno menyebut sel yang berukuran 1,5×2,5m itu sebagai kuburan. Di hari ke-40 penahanannya, barulah Bung Karno bisa bertemu dengan Inggit istrinya walau hanya diberi waktu 5 (lima) menit untuk berbincang dari balik kawat ram yang membatasi mereka. Dari Banceuy, Bung Karno dipindahkan ke penjara Sukamiskin yang sekarang dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakan Sukamiskin (Lapasuka) pada 1930 dengan status sebagai tahanan politik yang berbahaya.


Lapasuka, adalah satu dari sekian banyak bangunan hasil rancangan C.P. Wolff Schoemaker yang tersebar di Bandung, yang masih berdiri kokoh dan masih difungsikan seperti tujuan awalnya dibangun. Bangunan berbentuk trapesium atau dikenal juga dengan bangunan kura-kura ini, dibangun pada tahun 1918 sebagai penjara intelektual. Setelah menembus kemacetan lalu lintas dari Buah Batu hingga di depan Lapasuka, kami pun diijinkan untuk melihat dari dekat isi lapas.


134551494383639947

Sebagian peserta PTD Bung Karno di Preanger yang digelar Sahabat Museum berfoto di depan gedung timur dan barat Lapasuka (dok. Gerry, Sahabat Museum)



1345515551366851042

Mencoba sel No 5 penjara Banceuy tempat Soekarno pernah ditahan (dok. koleksi pribadi)




Sel TA01 di sayap timur bagian atas Lapasuka senyap, sel berukukan 3,2×2,5m itu memang sengaja dikosongkan. Di dalamnya tampak sebuah dipan lipat menempel di dinding dengan kloset duduk pada bagian bawahnya. Di depannya berdiri tegak rak kayu dengan beberapa koleksi buku yang tampak usang dimakan jaman. Pemandangan dari balik jendela sel di lantai dua ini menghadap langsung ke titik datangnya matahari terbit dengan hamparan lapangan penjara yang luas di bawahnya. Di kamar bercat putih yang dulunya bernomor 233 inilah Putra Sang Fajar pernah menghabiskan banyak waktunya memikirkan jalan menuju kemerdekaan RI dan menulis beberapa buku selama menjadi tahanan pemerintah Belanda termasuk pidato pembelaan yang dibacakan di depan Landraad yang dikenal dengan Indonesia Menggugat.


Bung Karno tidak pernah bekerja dalam arti sebenarnya tidak mempunyai penghasilan dari satu profesi yang ditekuni. Beliau aktif berpolitik semenjak masih duduk di bangku sekolah hingga lulus kuliah. Inggitlah yang menjadi tulang punggung keluarga, menyokong roda ekonomi rumah tangganya dari berjualan jamu, bedak dan menjahit kutang. Segala usaha dilakukan Inggit demi tercapainya cita-cita Soekarno yang dipanggil Engkus.


134551519893180856

Serius mendengarkan catatan sejarah dari narasumber di Rumah Sejarah Inggit Garnasih (dok. koleksi pribadi)



13455152831203800855

Ruang tamu Rumah Sejarah Inggit Garnasih, tempat dimana Bung Karno pernah merasakan curahan kasih sayang yang tulus dari Inggit (dok. koleksi pribadi)




Selama dalam penjara, Inggit setia menjenguk sang suami dengan berjalan kaki pergi pulang sejauh 30 km dari rumah mereka di Ciateul ke Sukamiskin demi mengirit ongkos. Inggit membawakan buku-buku agama, Alquran dan telur rebus yang menjadi media komunikasi untuk mengetahui situasi di luar penjara. Meski diberlakukan pemeriksaan ketat untuk semua barang yang masuk, ternyata Inggit dan Soekarno dapat mengecoh sipir penjara. Telur yang dibawa Inggit terlebih dahulu telah ditandai dengan tusukan halus di luarnya. Satu tusukan berarti situasi aman, dua tusukan artinya seorang kawan tertangkap, bila ada tiga tusukan menandakan adanya penyergapan besar-besaran terhadap aktivis pergerakan. Hal yang sama juga dilakukan pada Alquran, jika kiriman buku diterima pada 17 Mei misalnya, maka Soekarno akan membuka surat Alquran kelima halaman 17 dan mencari lubang-lubang kecil dibawah huruf tertentu dari bagian tersebut agar membentuk rangkaian kalimat.



Soekarno muda, jatuh cinta pada induk semangnya ketika datang ke Bandung untuk melanjutkan kuliah. Kala itu ia datang bersama istrinya Oetari, putri dari HOS Tjokroaminoto dengan membawa surat pengantar dari mertuanya dan mendatangi rumah H. Sanusi suami Inggit.


Setelah mengembalikan Oetari ke orang tuanya, pada 24 Maret 1923, Soekarno yang berusia 22 tahun menikah dengan Inggit yang saat itu berusia 35 tahun. Perbedaan usia yang terpaut jauh tidak menghalangi cinta yang menggebu di antara mereka. Pada Inggit, Soekarno menemukan sosok seorang ibu yang menghangatkan, melindungi, mengayomi sekaligus teman untuk berbagi kasih. Pada saat menikahi Inggit, Soekarno menandatangani sebuah surat perjanjian yang berisi pernyataan yang diminta oleh Sanusi: Soekarno tidak akan menyakiti Inggit.


Inggit mendampingi Soekarno saat dibuang ke Ende hingga Bengkulu. Di Bengkulu, sejarah berulang. Soekarno jatuh hati pada Fatma yang dititipkan orang tuanya di rumah Soekarno - Inggit untuk melanjutkan sekolah. Kepada Inggit, Soekarno menyampaikan niatnya menikahi Fatma dengan alasan untuk mendapatkan keturunan. Inggit yang tidak mau dimadu, meminta kepada Soekarno untuk dikembalikan ke Bandung.


Inggit diantarkan oleh Soekarno ke Bandung, diserahkan kembali ke keluarganya dan diterima oleh Sanusi mantan suaminya yang menyambutnya sebagai adik. Pada 29 Pebruari 1942, Inggit resmi bercerai dari Soekarno setelah dua puluh tahun mendampingi Soekarno, membimbing dan menemani langkahnya hingga sampai di gerbang kemerdekaan. Sayang, nama Inggit tak banyak disebut dalam catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Maka wajar bila seorang Prof. S.I. Poeradisastra menuliskan kata pengantarnya pada buku Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH. sebagai berikut:


Separuh dari semua prestasi Soekarno dapat didepositokan atas rekening Inggit Garnasih di dalam Bank Jasa Nasional Indonesia. Inggit telah menjalankan tugasnya dengan sempurna, lebih dari seorang istri.


Pada tahun 1960, Soekarno pernah menyempatkan diri menjenguk Inggit yang sakit di rumahnya. Inggit menghabiskan masa tuanya di Bandung hingga menutup mata pada 13 April 1984 di usia 96 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Kopo tanpa upacara layaknya melepas seorang pahlawan yang berjasa membentuk pribadi tangguh seorang tokoh Proklamator. Baginya Soekarno adalah cinta sejati, mantan suami yang sangat dicintai dan dibanggakannya.


Bertepatan dengan pemberian tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama kepada Inggit Garnasih, jalan Ciateul pun berubah menjadi Jl Inggit Garnasih pada 10 November 1997. Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, resmi menjadi bangunan cagar budaya setelah diserahkan oleh keluarga untuk dipelihara sebagai aset negara dibawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat pada 23 Desember 2010.


… sesungguhnya aku harus senang karena dengan menempuh jalan yang tidak bertabur bunga, aku telah mengantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga. Ya, gerbang hari esok yang pasti akan lebih berarti, yang jauh lebih banyak diceritakan orang secara ramai. [Inggit Garnasih, Kuantar ke Gerbang - Ramadhan KH.]


Senja perlahan berganti gelap, kami beranjak dari rumah ibu Inggit menuju Gedung Indonesia Menggugat bersiap kembali menembus kemacetan Bandung sebelum kembali ke Jakarta.


1345515422529729704

Berfoto bersama di ruang sidang Gedung Indonesia Menggugat sebelum kembali ke Jakarta (dok. koleksi pribadi)




Bahan bacaan:



  • Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams



  • Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Dimuka Hakim Kolonial, Soekarno

  • Kuantar ke Gerbang, Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Soekarno, Ramadhan KH.


kemerdekaan tidaklah bagi kami. Kemerdekaan adalah buat anak-anak kami, buat tjutju-tjutju kami, buat bujut-bujut kami jang hidup kelak di kemudian hari! [Soekarno, Indonesia Menggugat]

Sebuah catatan yang tertinggal dari kegiatan bersama komunitas Sahabat Museum, Sabtu,14 Juli 2012; Plesiran Tempo Doeloe: Bung Karno di Preanger, dalam mengisi bulan Soekarno dan menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-67.Merdeka!!

[oli3ve].

No comments: