Download Buku "TARIKH ACEH DAN NUSANTARA"



PERMULAAN KALAM Oleh Penulis Drs. H. MUHAMMAD ZAINUDDIN
KATA PENGANTAR
Dimasa saja ketjil, selalu, bilamana orang tua2 duduki dibalai dan di Meunasah, atau disatu pertemuan orang2 patut, atau ahli sedjarah jang dikumpulkan oleh T. Laksamana Hadji Ibrahim di Loengputu atau di Kampong Keramat Sigli, saja mendengar tjeritera atau riwajat kuna tentang hal keradjaan Atjeh. Diantara orange tua jang pandai meriwajatkan tjeritera kuno (mythe) itu masih dapat saja ingat jaitu : Teungku Muda Mat Saleh dari Banggalang, sebagai orang terkemuka dari Teuku Radja Pakeh Pidie, Teuku Ahmad Garot orang tertua dari Teuku Laksamana Negeri Ndjong, Teungku Harun Teupin Raja (Teungku Diteupin Raja), 'ulama jang termasjhur dalam daerah Negeri Pidie, Njak Dalam anak sulung dari Teungku Muda Mat Saleh, ajah saja sendiri H. Abubakar, Sjahbandar Njak Biang, Mama Lotan dan laini jang saja tak dapat sebut namanja disini.
Selain itu banjak sekali saja mendengar batjaan hikajat! : Malem Dagang, Potjut Muhammad, Radja Bada, Meudeuhak, Nun-Parsi, Bustanus Salatin dan lain2 jang sering2 disuruh batja oleh ajah saja kepadaorang2 jang pandai melakukan hikajat itu. Tatkala itu perhatian saja kepada 'alam sedjarah belum ada, tjuma mendengar2 sadja dan apa jang terdengar itu sebagai peringatan tetapi tersimpan dihati saja.
Dalam tahun 1925, tatkala saja melawat kepulan Djawa untuk berobat di Sanatorium Simplak (Bogor) 4 bulan lamanja, sementara itu saja siapkan karangan Djeumpa Atjeh tatkala itu pula saja ambil kesempatanmengundjungi Gedung Gadjah (Meuseum) di Betawi (Djakarta). Kundjungan jang pertama, terlihat oleh saja salah satu surat Naskah dari Radja Belanda mengirim kepada Sulthan Atjeh, surat itu agak baru habis dibatjaorang, tetapi masih terletak diatas medja. Karena itu terbitlah keinginan dan kenang-kenangan apa2 jang saja dengar dari orang tua2 dahulu, sehingga timbul Inspirasi untuk mentjari Ritoo2 jang bersangkutan dengan sedjarah Atjeh. Sewaktu saja balik pulang ke Atjeh, saja singgah di Singapura dan disana saja kundjungi pula Meuseum Raffles.
Disitu saja dapat melihat buku2 hikajal2 Tanah Melaju jang dikarang oleh Abdullah Munshi dan Winstedt. Keluar dari situ saja mentjari gedung2 pendjualan kitab2 dan saja peroleh apa jang saja tjari. Sesampainjasaja ke Atjeh niat saja bertambah besar, untuk mengumpulkan bahanz jang perlu bagi kepentingan sedjarah Atjeh. Saja makin lebih giat lagi menemui orang2 tua untuk bertanja apa jang perlu, baik dalam negeri Peureulak, Pasai, Pidie, dan Atjeh Besar.
Di Kutaradja saja kundjungi Teungku Sjech Ibrahim, Wafei Usuh, Teungku Njak Banta Lamreueng (Panglima Sagt XXVI), Teungku Meurah Lam Kapang, 7 uanku Radja Kcumala dan lain2. Sesudah itu dalam tahun 1928 saja melawat lagi ke Penang dan Keudah (Melaja) dan setelah itu saja melawat ke Atjeh Barat 1952 di Meulaboh saja kundjungi T. Tjhik Ali Akbar, Hadji Njak Na, Tjutmud dan lain2. Begitu pula di Tapak Tuan dalam tahun '953 dan kemudiany ke Takengon dalam tahun 1936. Orang2 jang saja kundjungi memberikan bahan kepada saja, apa jang saja tanja dan semua keterangan itu djadi bahan pegangan bagi saja.
Sedjarah negeri Peureulak saja kumpul tatkala saja bertugas disana dan sedjarah Pasai-pun saja peladjari dan saja siasati semendjak saja tinggal disana dari tahun 1921-1938 dan apa jang patut sajä tjatat tersimpandalam berkas. Kemudian tjatalan itu saja perhubungkan dengan kitabl jang saja batja dan dongeng (mythe) jang saja dengar dimasa saja ketjil, serta saja tambah dengan bahan2 jang terdapat dari buku2 Belanda, lnggeris, Arab dll. Mudah2an dengan taufik dan hidajah Allah, usaha saja dapat tersusun pertama kali buku Singa Atjeh (biographi Sri Sulthan Iskandar Muda).
Karena dalam pemeriksaan kepada orangi tua, banjak terdapat keterangan jang mengenai peribadi Almarhum itu dan Ratu Sjafiathuddin sjah serta Nurdin Ar Raniri dan Abdul Rauf. Didalam zaman perang Djepang makin banjak terdapat buku2 jang berguna untuk menambah bahan2 jang telah ada, saja sangat menghargaiserta menghormati pengarang2 dizaman bahari jang telah begitu besar usahanja bagi ilmijah, sekalipun ada jang menekan atau memburukkan Atjeh oleh pengarang-pengarang Belanda, tetapi tjatatannja dapat berguna untuk pegangan saja. Didalam tahun 1952 saja melawat lagi ke Melaja pergi memeriksa bekas istana Radja bersuing di Merbuk jang tersebut dalam hikajat Marong Mahawangsa. Sesudah itu via Singapura saja melawat ke Djakarta.
Sementara saja berada dipulau Djawa, saja menindjau makam Molikul Ibrahim dan makam Malikul Ishak (Sunan Giri) di Geresik. Didalam tahun 1933 saja melawat ke Sumatera Tengah menindjau Inskripsi (Batu bersurat) jang ada di Batu Sangkar, untuk bahan persiapan buku Atjeh dan Nusantara ini, pada tahun 1937 dapat diterbitkan BUKU SINGA ATJEH. Dengan taufik dan hidajah Tuhan sekarang dalam tempo 40 tahun dalam sibuk mentjari bahan2 pegangan, achirnja dapat pula saja persembahkan kepada para pemhatja buku TARICH ATJEH DAN NUSANTARA ini terutama peladjari atau Mahasiswa untuk kenang2an guna menindjau kembali kezaman Bahari, kalau-kalau berguna bagi studi dan pongelahuannja, dengan pengharapan perbaikan dimana salah dan tambah dimana jang masih kurang.
Dalam tahun 1938, sesudah selesai lugas dalam Pekan Kebudajaati Atjeh, saja pergi menjelidiki dan memeriksa makam atau kuburan2 tua jang ternama didaerah Atjeh Besar jang sebahagian saja masukkan dalam buku ini.
Penutupnja saja menjatakan terima kasih jang tak terhingga kepada jang mulia Prof. Mr. T.M. Hanafiah, jang telah memeriksa dengan seksama serta memberikan kata sumbangsihnja terhadap isi buku ini, kepada Radja Muluk Alhas jang telah memberikan bahan2 sedjarah Tamiang, kepada saja, T. Sjahmidan jang telah membantu saja dalam penterdjemahan dari bahasa asing dan kepada M. Thamrin ZZ jang telah membantu saja dalam hal teknik isinja. Mudahian Tuhan akan membalas djasa2 beliau itu.
Hormat saja,
H. M. ZAINUDDIN.
***
BUKU TARIKH ACEH DAN NUSANTARA
Bagi para sahabat yang ingin mendownload Buku " Tarikh Aceh dan Nusantara " bisa di dapatkan via Mediafire yang telah kami upload, Silahkan Klik Link Download di bawah, Jangan Lupa isi PASSWORD terlebih dahulu. Selamat membaca, dan mudah-mudahan bermanfaat bagi Sobat Aceh.
Download Buku " TARIKH ACEH DAN NUSANTARA "

( Size : 64.87 MB )

TARIKH ACEH DAN NUSANTARA

Sumber Sejarah Aceh

Tarikh (sejarah) Aceh dan Nusantara ditulis tidak hanya menggunakan sumber tertulis tentang Aceh namun juga menambahkan mitos-mitos yang H.M. Zainuddin kumpulkan dari para orang tua yang memahami sejarah Aceh antara lain: Teungku Syech Ibrahim, Waki Usuh, Teungku Nyak Banta Lamreung (Panglima Sagi XXVI), Teungku Meurah Lamkapang, Tuanku Raja Keumala, dan lain-lain.

TARICH ATJEH DAN NUSANTARA; oleh H.M. Zainuddin; Jilid 1; Cetakan Pertama; Penerbit Pustaka ISKANDAR MUDA Medan Jalan Amaliun nomor 14 A; Tahun 1961.

Review buku Tarikh Aceh dan Nusantara

Keadaan geografis Aceh kuno (Abad ke-8 Masehi)

Berbagai informasi menarik dan kuno tersaji disini, salah satunya adalah keadaan geografis Aceh dahulu yang telah berbeda dengan keadaan sekarang. Adapun lembah Aceh Besar (Aceh tiga segi) dahulu lautnya (pantai) terletak di Indrapuri dan Tanoh Abee (tanah pasir halus) merupakan kediaman orang-orang Hindu. Blang Bintang, Ulee Kareng (pada masa itu disebut Ulee Kareung atau kepala/ujung karang), Lam Baro, Lam Ateuk, Lam Nyong, Tungkop, Lam Nga, Tibang masih berupa lautan.

Bahkan menurut mitos, sampai abad ke-8 Masehi, pelabuhan berhaji ada di Aneuk Glee. Montasik yang sekarang daerah pengunungan berasal dari bahasa Arab Manasik, menjadi perigi pelaut singgah untuk mengambil air, berada dipinggir laut. Kampung Ateuk sendiri berasal dari kata “gateuk” sejenis ketam yang hidup di air payau yang berdekatan dengan laut. Pantai atau tepi laut masa itu di Aceh Besar sampai dekat Indrapuri dan Tanoh Abee di kaki bukit barisan (Aneuk Glee) merupakan pemandangan teluk yang sangat indah.

Asaliah atau Asal Usul Orang Aceh

Suku bangsa Aceh termasuk kedalam lingkungan rumpun bangsa Melayu, yaitu bangsa-bangsa : Mante (Bante), Lanun, Sakai Djakun, Semang (orang laut), Senui dan lain-lain jang berasal dari negeri Perak dan Pahang dari Tanah Semenandjung Melaka. Bangsa-bangsa ini menurut ethnologie, ada hubungannja dengan bangsa Phonesia di Babylonia dan bangsa Dravida dilembah sungai Indus dan Gangga. Yang mungkin juga orang Batak/Karo pun berhubungan rapat dengan bangsa ini dan ada kemungkinan pula perhubungan rapat dengan bangsa Gayo dan Alas.

Satu keterangan lain menerangkan tentang bangsa Mante jang tersebut diatas, terutama penduduk Aceh Besar. Menurut cerita orang-orang tua (mythe), berkediaman dikampung Seumileuk jang djuga disebut kampung Rumoh Dua Blaih (Kampung 12 Rumah), Ietaknya diatas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangsé. Seumileuk artinja dataran jang luas. Bangsa Mante inilah yang berkembang biak keseluruh Aceh dan kemudian berpindah ke berbagai tempat.

Sebagaimana pulau Jawa, Sumatera walaupun sedikit mengalami juga pengaruh Hindu, akan tetapi pengaruh itu selalu ditekan oleh pengaruh Islam (Arab). Sjam (Suriya atau Sureën kata orang Aceh) yang banyak berdagang di pasar-pasar, mereka dalam kepercayaan berdasarkan syariat Nabi Ibrahim a.s yang senantiasa bertentangan dengan kepercayaan orang-orang Hindu.

Asal Nama Negeri Aceh

Sesudah sekitar tahun 400 Masehi, Sumatera bagian Utara dinamai orang Arab : Rami (Ramni), oleh orang Tionghoa : Lan-li, Lan-wu-li dan Nan-poli. Nama sebenarnja sebutan Aceh adalah Lam Muri, oleh sejarah Melaju: Lambri (lamiri) dan oleh Marco Polo disebut Lambri. Sesudah kedatangan Portugis, nama Lambri tidak tersebut lagi. melainkan Achem (Aceh).

Peta Aceh Sumatera dan Semenajung Melayu Arsip Kekhalifahan Turki Usmani

Peta Aceh Sumatera dan Semenajung Melayu Arsip Kekhalifahan Turki Usmani

Orang Portugis dan Italia biasanya mengatakan Achem, Achen, Acen dan orang Arab menyebutkan lagi : Asji, atau juga dengan Dachem, Dagin, Dacin. Penulis-penulis Perancis mengatakan : Achem, Achen, Achin, Acheh, orang Inggeris menyebut : Atcheen, Achheen. Achin dan akhirnya orang-orang Belanda menjebutkan : Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh dan akhirnya menjadi Atjeh. Orang Aceh sendiri mengatakan “Atjeh”. Begitu pula nama daerah ini tersebut didalam Tarikh Melayu, Undang-Undang Melayu, didalam surat-surat Aceh lama (Sarakata) dan pada mata uang Atjeh, emas (derham), uang timah (keueh) tertulis Atjeh. Tentang asal nama ini belum ada keterangan atau penelitian jang menjelaskan lebih rinci.

Buku ini sendiri dapat dikatakan sebagai sebuah penelitan yang belum selesai, menyajikan berbagai informasi yang mungkin sudah tidak kenali lagi, sehingga sangat menarik untuk dibaca. Sangat direkomendasikan untuk dibaca, sebagai jembatan ingatan kepada masa lampau. Tidak mengetahui apa yang terjadi sebelum engkau lahir berarti engkau selalu menjadi kanak-kanak. Karena apalah arti hidup manusia, kecuali jika hidup itu terjalin dengan hidup para leluhur, melalui catatan sejarah.

tengkuputeh


3 comments:

helmi said...

link nya ko gak bisa di-klik...

Unknown said...

Sejarah Aceh Yang Lengkap

Unknown said...

tolong perbanyak dalam bentuk buku,.. sep brat penteng