Misteri Sriwijaya di Gunung Dempo

Batu berukir; letaknya di halaman perpustakan daerah kota Pagaralam, seberang alun-alun.
Batu berukir; letaknya di halaman perpustakan daerah kota Pagaralam, seberang alun-alun.

Pertanyaan besar sejarah: “Di manakah pusat kerajaan Sriwijaya?” Sampai saat ini belum kunjung terjawab.



Tapi mata para ahli mulai terarah ke sekitar Gunung Dempo. Gunung yang terletak di kota Pagaralam, Sumatera Selatan.


Erwan Suryanegara dalam tesisnya meneliti peninggalan megalitikum di kawasan Gunung Dempo untuk studi magister di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan peradaban di kaki gunung itu bermula sekira�2000 tahun sebelum Masehi.�Teorinya sejauh ini berhasil dipertahankan dari�berbagai antitesis, hingga�tesis�Erwan meraih penghargaan cum laude dari�ITB.�



Atas undangan rekan pers di Pagaralam Pos (grup JPNN), okezone berkunjung ke kota dingin berkabut itu. Pagaralam berada di atas ketinggian perbukitan dan gunung.�Berhadapan muka dengan�Gunung Dempo dan dipagari pegunungan Bukit Barisan. Yang tampak mata, panorama sungguh�cantik-resik bak lukisan melankolik aliran surealis zaman Rennaissance setara kanvas Rembrandt dan Van Gogh.


“Bila para ahli telah menemukan bukti-bukti bahwa cikal-bakal Sriwijaya terletak di Pagaralam, tentu sejarah Indonesia akan berubah,” ujar Djazuli Kuris, Walikota Pagaralam, Senin (6/7/2009).


Kota kecil�nan sejuk ini berada sejauh 298 kilometer di baratdaya Palembang. Posisi geografisnya tepat 4 derajat�Lintang Selatan dan 101,15 derajat Bujur Timur. Wilayah seluas 633,66 km2 dalam 5 kecamatan, berpenduduk 122.440 jiwa dengan kepadatan 193,23 jiwa/km2.



Sebagai wilayah berupa dataran tinggi, kawasan Gunung Dempo ramai disemaraki peninggalan peradaban kuno. Seperti batu-batu besar sisa kebudayaan megalitik,” komentar Almi Diang, pemerhati sejarah setempat.�


Almi, tokoh pers yang sehari-hari berprofesi Wakil General Manager pada harian lokal, menambahkan, “Selain batu dan artefak yakni kubur batu, ruang batu, arca-arca, batu tumpakan, dolmen, menhir, ada pula relief yang melukiskan orang-orang bersepatu sedang menggendong nekara. Relief itu tertatah di permukaan sebongkah batu berbentuk gajah, hingga lazim disebut batu gajah.”


Catatan sejarawan asal Belanda ANJ Th A TH Van der Hoop berjudul The Megalithic Remains in South Sumatera (1923) menyatakan bahwa temuan megalitik di kawasan Gunung Dempo menjadi bukti tentang era awal sejarah. Sementara Djohan Hanafiah, ahli sejarah dari Palembang, melontarkan hipotese Dinasti Syailendra yang membangun Candi Borobudur berasal dari dataran tinggi Pasemah.


Secara geologis, Pagaralam “nangkring” dalam lempeng sub-benua yang dibatasi Patahan Sumatera di ujung selatan hingga Bengkulu dan Lampung. Lempeng geologis itu terkenal sebagai Palas Pasemah.


Di awal abad 20, dunia digemparkan premis G Coeddes sejarawan Prancis yang menyebut bahwa “Sriwijaya” bukanlah nama�seorang raja, melainkan nama sebuah kerajaan besar di belahan bumi bagian selatan, terletak diapit lempeng benua Asia dan Polinesia. Kekuasaan Sriwijaya, bila dipetakan kini, terbentang antara Madagaskar (Afrika) sampai Australia.



Di manakah pusat Sriwijaya? Salah satu misteri paling rahasia yang menggelayuti ilmu sejarah selama berabad-abad, mungkin tak lama lagi terkuak di Pagaralam.�


“Hendaknya bukti-bukti peninggalan sejarah mulai ditunjukkan agar orang banyak tahu bahwa kita orang Besemah (idiom lokal untuk kata ganti orang Pasemah atau orang Pagaralam-Red) merupakan sukubangsa pemilik sebuah peradaban yang besar,” tutup Walikota Djazuli.

No comments: